Perang yang terjadi pada tahun 1946 hingga 1947 dan berpusat di Pidie ini, timbul karena adanya kesalahan peran dan tafsir dari kaum ulama dan Uleebalang (kaum bangsawan) terhadap proklamasi Indonesia, 17 Agustus 1945. Seperti disebut James T. Siegel, antropolog dari University of California, dalam bukunya The Rope of God.ketika Jepang masuk pada 1942, polarisasi lama mulai menampakkan wujud yang pukul rata: para uleebalang di satu pihak, rakyat bersama ulama di pihak lain. Lalu, 17 Agustus 1945, proklamasi kemerdekaan menajamkan polarisasi itu.
Sang kabar tak cepat sampai, tapi segenap ulama Persatuan Ulama Seluruh Aceh (PUSA)-dipimpin Teungku Daud Beureueh-lalu menyambutnya gegap-gempita, langsung menyatakan sumpah setianya. Namun, kubu uleebalang tak sejelas itu. Ada Teuku Nyak Arief, Teuku Hamid Azwar, dan Teuku Ahmad Jeunib yang mendukung Republik. Tapi ada Teuku Daud Cumbok yang lebih merindukan kembali Kedaulatan Kerajaan Aceh seperti dahulu kala.Cumbok menolak dan Tidak mengakui kemerdekaan Indonesia.Pihak uleebalang juga mengangkat T. Daud Cumbok selaku pucuk pimpinan.
pertikaian faham diantara golongan Ulama dan Ulebalang pada awalnya hanya terbatas pada sejumlah Uleubalang dan Ulama2 yang terkemuka;
pun terbatas hanya didaerah Pidie. Akan tetapi fihak Ulama dapat memperbesar jumlah pengikutnya, sehingga pada suatu sa'at fihak ini meliputi sebagian yang terbesar dari rakyat umum dan mengenai seluruh daerah aceh
perjuangan mereka adalah menuju kepada „Pembasmian pengkhianat Agama dan Bangsa". Mereka menyiarkan kabar, bahwa fihak cumbok (fihak Uleubalang) adalah kaki-tangan Belanda yang berusaha menumbangkan Republik;
bahwa fihak cumbok senantiasa berhubungan rapat dengan Belanda di Sabang ataupun dikapal2 Selam yang bersimpang-siur dipantei Aceh. Seterusnya, bahwa fihak cumbok tidak berTuhan, menginjak-injak dan merobek
Quran dan melarang rakyat bersembahyang. Segalanya
ini disebarkan oleh pengikut mereka diantara rakjat bodoh di-kampung2
slogan: „membasmi pengkhianat Agama dan Bangsa", mendapat sambutan yang hangat dari rakjat umum, istimewa kalangan rendahan. Siapa yang mula2
masih sangsi2 dalam memilih kawan, ataupun masih berpendirian
neutral dalam conflict yang tidak menyinggung kedudukannya,
lambat laun memilih fihak Ulama. Benar atau tidaknya tuduhan2 jang ditujukan oleh partai Ulama atas partai uleubalang itu, bagi mereka bukan menjadi soal
tuduhan2 mereka terhadap lawannya terbukti dengan terdapatnya sejumlah uang Belanda serta bendera Belanda didalam simpanan
cumbok'. Mereka menerangkan bahwa bendera dan uang kedapatan sewaktu mereka memasuki markas Uleubalang di Lam Lo dan melakukan pemeriksaan dirumah Teuku Daud cumbok
tuduhan terhadap Uleubalang, sebagai „pengkhianat Agama dan Bangsa" adalah sekali-kali tidak berdasar atas kenyataan
Seorang, bernama Amir Husin al Mudjahid, berpendapat, bahwa pemerintahan belum sempurna, krn masih banyak„sisa feodal" yang harus disingkirkan
maka dikumpulkannya sejumlah besar orang2 yang „berdarah panas" dalam
suatu organisasi yang dinamakannya „T.P.R." (Tentara Perdjuangan Rakyat). Ia memulai gerakannya dari tempat tinggalnya di Idi. Dari tempat jang tersebut
ia menuju kearah Utara dengan melalui kota2 dipantai Timur Aceh, Lho Sukon, Lho Seumawe, Bireuen, Samalanga, Meuredu, Sigli, dan seterusnya sampai keibu kota keresidenan Aceh, Kotaradja.
Algodjo2 yang ikut serta dalam rombongan, menjalankan peranan yang tertentu. Bukan sedikit djiwa manusia yang tidak bersalah, selain oleh karena ia kebetulan terhitung dalam kaum yang disebut mereka „feodal", menjadi
korban. tdk sedikit pula mereka ditangkap dan kemudian diasingkan disuatu tempat
gerombolan ini memulai melakukan penangkapan; antara lain juga atas beberapa pembesar civil dan militer, sebagai T.Nja' Arif yang pada masa itu pimpinan tentara sebagai General Major dan T. Husin Trumon, Assistent Resident Aceh Besar. jabatan2 yang, sebagai akibat penangkapan2 pegawai
Negeri, jadi lowong, diisi oleh anggota2 golongan mereka sendiri.
gerombolan yang tersebut, setelah diperkuat oleh Pesindo dibawah pimpinan seorang yang bernama Nja' Neh, melanjutkan gerakan ke Aceh Barat, dimana
juga, sebagai di Timur dan Utara, setiap orang yang mereka anggap termasuk pada golongan „feodal" dan oleh karena itu „berbahaya", ditangkap dan kemudian disingkirkan
T. Nja' Arif yang sedjak mudanya, semasa Pemerintah Belanda,terkenal sebagai nasionalis sejati, ditahan dan disingkirkan kesuatu tempat, atas alasan ," berbahaya untuk keselamatan Negara, oleh karena ia berhubungan dengan Belanda
Gerakan Husin al Mudjahid dapat dianggap sebagai lanjutan peristiwa cumbok.fihak markas rakyat Umum dan pemerintah mengeluarkan sebuah maklumat mengenai hal hal yang berkaitan Dengan Persisitwa Cumboktersebut
ANCIEN REGIEM
Ditumbangkan di Aceh
Pada mulanya Markas Besar Rakyat Umum bermaksud akan membendung sedapat dapatnya arus Revolusi Desember itu dalam daerah Kabupaten Pidie saja dan sekali-kali tiada bermaksud akan mengadakan gerakan sapu bersih terhadap Uleebalang-uleebalang seluruh Aceh, walaupun bukti-bukti sudah nyata bahwa hampir semua mereka turut campur
tangan dalam Markas Uleebalang dan gerakannya. Hal turut campurnya hampir
semua Uleebalang, lebih jelas lagi diketahui oleh Markas Besar Rakyat Umum dari pemeriksaan dan pengakuan-pengakuan pengkhianat sendiri yang sudah tertawan.
Walaupun demikian Markas Besar Rakyat Umum masih mengharapkan keinsyafan mereka, moga moga kejadian yang telah terjadi di Kabupaten Pidie akan dapat memberikan pelajaran pada kaum Uleebalang di Kabupaten lain.
Tetapi ternyata anggapan dan harapan-harapan ini salah sekali, sebab Uleebalang uleebalang yang ada di Kabupaten-kabupaten Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Besar, Aceh Tengah, dan Aceh Barat dengan diam-diam masih meneruskan gerakan mereka dan pada bulan Februari 1946 Uleebalang-uleebalang di Aceh Utara dengan berpusat di Lho'Seumawe dan di Aceh Timur dengan berpusat di Langsa mulai bertindak melakukan
tindakan-tindakan pembalasan terhadap gerakan kemerdekaan atas nama mengambil bela dari kawan-kawan mereka yang sudah dibasmi Rakyat di Kabupaten Pidie.
Tindakan repressaile dari mereka ini telah menyebabkan terjadinya insiden-insiden di Aceh Utara dan di Aceh Timur. Perbuatan-perbuatan mereka ini telah menyebabkan Rakyat bergerak pula menangkapi hampir seluruh mereka ini di seluruh Aceh. Sedangkan sebagian dari mereka diinternir
ke Takengen dan yang tiada bersalah dibebaskan.
Dengan demikian ancien regiem sudah ditumbangkan seluruhnya dari daerah Aceh dan dibangunkanlah suatu Pemerintahan baru oleh Rakyat, dari Rakyat dan untuk Rakyat.
Bekas daerah kekuasaan Uleebalang atau yang disebut, dalam zaman Belanda
"Landschap" ditukar namanya dengan Negeri dan dilakukan pemilihan Dewan Pemerintahan Negeri yang terdiri dari lima orang (seorang Ketua sebagai Kepala Negeri dan 4 orang Anggota).
Di tiap-tiap bekas Onderafdeeling dahulu, diadakan Komite Nasional
Wilayah dan dipilih seorang Kepala Wilayah, (Wedana). Seterusnya Afdeeling dahulu diubah menjadi Kabupaten dengan Komite Nasional Kabupatennya dan dipilih seorang Bupati.
Uleebalang-uleebalang di Aceh Besar, Aceh Barat, Aceh Selatan dan lain-lain yang masih hidup yang ditangkap oleh Rakyat atau yang sadar atas perubahan masa, terus menyerahkan kembali kekuasaan pemerintahan yang mereka pegang di tiap-tiap Landschapnya kepada Rakyat yang diwakili oleh Komite Nasional di tiap-tiap wilayah.
Mereka berjanji pula akan mengembalikan harta-harta Rakyat yang sudah mereka rampas; demikian juga harta-harta dari Baitul Mal dan harta Negara yang mereka kuasai dengan jalan tidak syah di masa yang sudah-sudah
(Disalin dari buku Revolusi Desember '45 di Aceh, yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah Aceh.)
gerakan Husin al Mudjahid atau dalam istilah mereka sendiri, adalah „membasmi sisa-sisa feodal jang masih ada." Dengan penjelesaian gerakan Husin Al Mujahid ini, dapat dikatakan, pemerintahan daerah Aceh seluruhnya berada ditangan mereka, golongan PUSA..pimpinan Teungku Daud Beureueh
pada tanggal 12 Januari 1946, sesuai dengan ultimatum yang diberikan pihak rakyat bersama TKR dan PUSA melakukan serangan umum ke Lam Meulo selaku benteng pertahanan terkuat pihak uleebalang.
Barisan rakyat Pusa baru berhasil memasuki Kota Lam Meulo pada tanggal 13 Januari 1946.
TEuku Daud Cumbok dan staf-stafnya berhasil melarikan diri. Ia baru berhasil ditangkap pada tanggal 16 Januari 1946 di atas Gunung Seulawah Aagam oleh barisan rakyat dari Seulimum pimpinan Tgk. Ahmad Abdullah.
Sementara T. Muda Dalam, uleebalang Bambi dan Unoe yang terlibat dalam pemberontakan tersebut melarikan diri ke rumah Tgk. H. Abdullah Ujong Rimba untuk memohon perlindungan. Akan tetapi oleh Tgk H. Abdullah Ujong Rimba ia diserahkan kepada rakyat.
Ulama dibawah PUSA dan Pesindo berhasil menguasai Aceh, dan membunuh banyak Uleebalang, dan mengambil alih harta dan tanah mereka,diantara nya adalah;
.Teuku raja Sabi putra ule balang keureuto (yang juga putra satu satu nya pahlawan nasional Cut nyak mutia.)
Teuku Muhammad Daud Ulee balang lam meulo.
Teuku laksamana Umar ulee balang njong
Teuku Pocut Umar Keumangan ule balang keumangan
Teuku Muda Dalam ule balang bambi dan Unoe
Teuku Muhammad Ali ule balang samaindra
Teuku Muhammad Ali ulee balang ie leubeu
Teuku Abdul Hamid ule balang gigieng
Teuku Cut Hasan dari keluarga Ulebalang meuraxa
Teuku Raja Said ule balang Cunda
Teuku banta ahmada dari ulebalang Glumpang payong
Teuku HUsen ule balang simpang Ulim
Teuku Pakeh sulaiman dari ulebalang Pidie,Kale dan laweung
Teuku Muhammad dari keumangan
TEuku Hasan dari keumala(adik ipar teuku muhammad panglima polem yang juga anak dari teuku Daaud cumbok.
TEuku chik meureudu dari ulebalang meureudu
Teuku Raja iskandar dari manggeng
Teuku M.Nur dari ule balang Kr.mane (putra teuku lotan)
Teuku Mahmud adik dari teuku Daud Cumbok.
Teuku Daud Cumbok sendiri memilih cara maut yang sangat mengangum kan.Ia berbaring di liang lahat yang sdh disediakan,mengucap dua kalimah syahdat dan terakhir memberi perintah daengan satu kata, "Tembak".(HT.jalan panjang menuju damai murizal hamzah)..
Sang patriot yang menolak mengakui kemardekaan indonesia ini merenggang nya bersama putra dan adik nya, mareka di kuburkan dalam satu liang.berakhir pula kekuasaan ulee balang yg sdh turun temurun dan digantikan oleh kaum bersorban dengan tertangkap nya Dud Cumbok dan pengikut nya pada tanggal 6 january 1946.pada tanggal 13 january 1946 kota lam meulo di ganti nama dengan nama Kota bakti oleh TM Amin yang memimpin penumpasan ulee balang yang mareka nama kan pengkhianat bangsa indonesia.
Harta Ule balang disita untuk modal perjuang menyokong indonesia,untuk selanjut nya diserahkan kepada majelis penimbang pimpinan Tengku Hasballah Seulimum.Teuku Daud Cumbok bisa di katakan Beliau adalah tokoh pemberontak pertama yang tdk mengingin kanAceh bergabung dengan indonesia mardeka.
ketika tokoh2 lain nya sedang eforia dan menjerumuskan diri ke dalam bingkai Ibu pertiwi.pilihan kaum Pusa memilih berdiri bersama indonesia penyesalan bagi mareka,tak lama setelah kekuasaan mareka di bonsai oleh indonesia,mareka pun menyatakan kekecewaannya dengan mengangkat senjata.Daud Cumbok seorang Nasionalis Aceh sejati sebelum Hasan tiro membangkitkan nasionalisme Aceh melalui Gerakan kemerdekaan yang beliau usung.
Ass.Wr.Wb. Sekiranya berkenan bolehkah saya tau dimana jasat Teuku Daud Cumbok akhirnya dimakamkan, atau dimanakah kuburan beliau sekarang. Salam hormat.
BalasHapusKisahnya hampir sama dengen politik sekarag....
BalasHapusPartai penguasa di aceh skrng mengklaim dirinya di dukung oleh semua ulama kharismatik aceh. Mereka dengan leluasa melakukan segala kebijakan dan mengatasnamakan aswaja....
Anehnya banyak sekali pengikut2nya percaya dan fanatik dengan segala isu yg sengaja di buat2.
Tolong sejarah jgn dipelintir,,jelas2 ada ulee balang yg ingin menjemput belanda lagi ke Aceh,,DOSA BESAR MEMALSUKAN SEJARAH,,ALLAH MAHA TAU DAN MAHA MENGHUKUM
BalasHapus
BalasHapusTolong sejarah jgn dipelintir,,jelas2 ada ulee balang yg ingin menjemput belanda lagi ke Aceh,,DOSA BESAR MEMALSUKAN SEJARAH,,ALLAH MAHA TAU DAN MAHA MENGHUKUM.
Saya putra ulee balang di barat Aceh ingin kita bisa berbica netral penuh dengan keadilan,,jgn sampai dosa jariah atas kebohongan sejarah ini dteruskan..
Jika memang para ulee balang menentang Belanda sebelum masa kemerdekaan, kenapa masih banyak ulee balang menjadi penjilat belanda. Kenapa mereka tidak bergerlya ke gunung seperti yg dilakukan ulama dan rakyat, serta pembesar Kesultanan yang lain..
BalasHapus