Tentang BLOG

Blog ini sendiri banyak berisi tentang sejarah perjuangan dan kemegahan kesultanan aceh di masa lampau, kisah pejuang aceh yang sangat perkasa, sejarah sejarah kesultanan lainnya di nusantara serta kisah medan perang yang jarang kita temukan. semoga bisa menjadi motivasi bagi kita bersama untuk terus menggali sejarah dan untuk menjadikan sejarah sebagai motivasi dalam kehudupan kebangsaan kita.

Minggu, 23 November 2014

Jepang Datang ke ACEH Karena "Geupeulet Bui Ngon Asee"

Tentara Jepang melintasi Mesjid Raya
Pengurus Besar PUSA mengirim dua orang utusannya ke Singapoera menjemput Bala Tentara Jepang datang ke Aceh yaitu: pertama Sayeed Aboe Bakar dari Aceh Besar; kedua Tgk.Abdoel Hamid (Ajah Hamid) di Aceh Utara. Kedua orang utusan PUSA diterima baik oleh Jepang, sambil bertanya dimana jalan mendarat ke Aceh.Oleh kedua utusan PUSA menunjukkan jalan mendarat ke Aceh, yaitu: pertama di Koeala Boegak Peureulak; Kedua di Ujong Raya (Oelee Kareueng) Tambu; dan ketiga  di Krung Raya, Aceh Besar.
Panglima Tentara Jepang menganjurkan kepada kedua utusan POESA itu bahwa ketika menyambut kedatangan Bala Tentara Jepang, oleh orang Aceh harus memasang letter F diatas kain merah disematkan pada lengan baju sebelah kiri. Ali Hasjmy menamakan letter F itu dengan “Fadjar”.
 Dengan sebab Jepang masuk ke Aceh pada tanggal 13 Maret 1942, Belanda yang berada di Aceh patah semangatnya. Assistent Resident di Sigli dan Controleur di Seulimum di bunuh oleh rakyat di masing-masing tempat itu. Dipersipangan jalan dari Beureunoen ke Lam Meulo terjadi pertempuran Belanda dengan Jepang. Belanda lari terbirit-birit. Bagi orang Aceh, ide memasukkan Jepang untuk mengusir Belanda adalah ide orisinal dan berakar dalam paradigma kultural cara berpikir orang-orang Aceh: Geupeulet bui ngon asee (mengusir babi dengan menggunakan anjing)
POESA menjemput Jepang datang ke Aceh untuk mengusir Belanda yang disangka sangat kejam, tetapi kenyataannya Jepang lebih kejam lagi dari Belanda. Karena Jepang sudah berkuasa di Aceh, susunan pemerintahan berubah menurut yang ditetapkan oleh Jepang sendiri. Landschape di masaBelanda diubah menjadi sun, kepala pemerintahan disebut suncho Untuk menguatkan pertahanannya Jepang membuat dua buah lapangan terbang: (1) di Blang Peutek Gaki Seulawah; (2) di Tamboe Aceh Utara. Untuk mengerjakan lapangan terbang itu Jepang memakai tenaga rakyat Aceh, sedang Belanda ketika membuat membuat Jalan Kereta Api dan Jalan Raja (B.O.W.) dipakai tenaga Tionghua, tidak berani Belanda memakai tenaga rakyat Aceh, karena rakyat Aceh bermusuhan dengan Belanda
Pemuda membentuk suatu jaringan rahasia, Gerakan “F” Kikan, yang berbasis pada organisasi POESA (Persatuan Oelama Seluruh Atjeh). Di Aceh terkenal adanya adagium yang menyebutkan: “Yang Peutamong Beulanda Panglima Tibang, Yang Peutamong Jepang Pemuda Poesa.” Pada tanggal 11 Januari 1942, berdiri Himpunan Anak Sumatra di Kuala Lumpur di bawah pimpinan Said Abu Bakar. Ia menyebut dirinya sebagai utusan atau delegasi dari Persatoean Oelama Seloeroeh Atjeh (POESA). Jenderal Fujiwara Iwaichi, Komandan Barisan F, menulis dalam bukunya Fujiwara Kikan, Japanese Army Intelegence Operations In South East Asia During World War Ii: “Dengan menduduki bagian pusat Malaya, sebagian dari Selat Malaka berada di bawah pengawasan Jepang.
Tokoh PUSA dan Jepang
 Latihan para pemuda Sumatera di bawah pimpinan Said Abu Bakar telah rampung dan semangat mereka meninggi. Anak muda itu semua berusia 40 tahun dan Usman Basyah 18 tahun. Mereka memandang Masubuchi dan Letnan Makayima dengan rasa kagum dan hormat terhadap kebaikan dan ketulusan keduanya,seolah-olah kedua orang itu ayah dan abang mereka.
Dari Aceh diputuskan mengirim Ahmad Abdullah dan Teuku Zainal Abidin Samalanga dengan tugas menghubungi Said Abu Bakar di Medan. Teuku Zainal Abidin inilah yang sesungguhnya berkeinginan kuat mengusir Belanda dengan memasukkan Jepang sebagai kekuatan eksternal bagi Aceh. Maka, bukan hanya “pemuda Pusa” saja yang berperan dalam masuknya Jepang ke Aceh. Said Abu Bakar, secara rahasia, menceritakan kepada Teuku Zainal Abidin bahwa ia bersama sejumlah teman diutus oleh Fujiwara (kepala Intelijen Jepang) untuk mendirikan gerakan perlawanan terhadap tentara Belanda melalui pendaratan bala tentara Jepang Said Abu Bakar bersama teman-teman lainnya akhirnya melanjutkan perjalanan ke Aceh menemui Teungku Muhammad Daud Beureueh.
Teungku Muhammad Daud Beureueh adalah tokoh kharismatik Aceh, yang mendirikan POESA, memberikan dorongan semangat bagi para pemuda untuk mewujudkan niatnya. Namun, tanpa disadari, ternyata ajaran Tenno Heika telah merasuki aqidah mereka Rombongan pertama diikuti rombongan berikutnya yang berangkat dari Malaya, pada tanggal 25 Januari 1942 dan mendarat di Pelabuhan Teluk Nibung, dipimpin oleh Nyak Neh. Sebelum berangkat, Nyak Neh berseru dengan penuh semangat: “Tenno Heika Banzai”
Seluruh utusan dari Aceh yang berjumlah 20 orang naik kapal perang Jepang bersama Pasukan Pengawal Kekaisaran di bawah pimpinan Mayor Jenderal Sawamura. Pasukan Pengawal itu sendiri berjumlah tak kurang dari 20.000 orang. Di antara utusan dari Aceh tampak Teuku Ali Basyah, uleebalang Langsa dan Masabuchi. (foto; @ tokoh pusa dan petinggi Jepang @tentara Jepang di Masjid Raya. foto sumber buku Syamaun Gaharu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar