Tentang BLOG

Blog ini sendiri banyak berisi tentang sejarah perjuangan dan kemegahan kesultanan aceh di masa lampau, kisah pejuang aceh yang sangat perkasa, sejarah sejarah kesultanan lainnya di nusantara serta kisah medan perang yang jarang kita temukan. semoga bisa menjadi motivasi bagi kita bersama untuk terus menggali sejarah dan untuk menjadikan sejarah sebagai motivasi dalam kehudupan kebangsaan kita.

Jumat, 03 Januari 2014

Tuanku Hasyim Banta Muda, Panglima Tertinggi Angkatan Perang Kesultanan Aceh Darussalam. Bag. 1

Blokade laut kapal perang Belanda saat ekspedisi pertama ke Aceh, tahun 1873

Tuanku Hasyim Bangta Muda lahir di Kampung Lambada dalam Sagi Mukim 26 Aceh Besar, kira-kira pada tahun 1834 Masehi. Ayahnya bemama Laksamana Tuanku Abdul Kadir yang semasa hidupmya memangku jabatan perwalian di Aceh Timur. Tuanku Hasyim Bangta Muda bersaudara tiga orang, diantaranya ialah Tuanku Raja Itam dan Tuanku Mahmud Bangta Keucik. Ia adalah putera yang tertua dari tiga bersaudara ini. 
Adapun asal-usul serta silsilah keturunannya, Tuanku Hasyim Banta Muda adalah putera laksamana Tuanku Abdul Kadir, ibnu Raja Muda Tuanku Cut Zainal Abidin, ibnu Sultan Alaidin Mahmudsyah, ibnu Sultan Abidin Johan Syah, ibnu Sultan Alaidin Ahmad Syah, ibnu Nuruddin Abdurahim Maharaja Lela, ibnu Fakih Zainal Abidin Syah, Ibnu Malik Daim Mansyursyah, ibnu ' Abdullah Al Malikul Amin, ibnu Malik Syah Daim Syah, ibnu Abdul Jalil Daim Husin Syah, ibnu Malik Mahmud Hakim Syah, ibnu Musa Daim Syah, ibnu Hasyim Nuruddin Syah, ibnu Mansyur  Syah, ibnu Sulaiman Syah Daim Ali Iskandar, ibnu Malik Ibrahim Syah Daim, yaitu saudara sewali dari tokoh Alaidin yang bernama Machdum Abi Abdillah As Syekh Abdurauf Al Mulaqqab Tuan di Kandang Syekh Bandar Darussalam.

Pada tahun 495 Hijrah rombongan yang terdiri dari 500 orang berhasil mengIslamkan penduduk Aceh Raya. Kemudian sebahagian rombongan ini di bawah pimpinan Mansyur meneruskan perjalanannya dalam dakwah Islam ke Makasar (Ujung Pandang). Sedang sebahagian termasuk keturunan Machdum Abdi Abdillah Johan Syah - Ali Mughayat Syah - Iskandar Muda terus bermukim dan menetap di Aceh untuk menyempurnakan pertumbuhan dan melaksanakan pembangunan Aceh dalam segala bidang.

Setelah beberapa tahun kemudian, Msnsyur keturunan Ibrahim Syah Daim kembali dari Makasar ke Aceh, dan setelah beberapa k ali pergantian Sultan dari garis keturunan satu dan lain maka cicit Mansyur diangkat menjadi Sultan Aceh yang bernama Alaidin Ahmad Syah. Kemudian yang terakhir Sultan Alaidin Mahmud Daud Syah. Pada masa inilah Tuanku Hasyim mulai memegang peranan dan turun ke arena pertempuran menghadapi serangan Belanda.

Dalam usia duabelas tahun Tuanku Hasyim Bangta Muda sudah sering masuk ke Keraton dan tinggal bersama keluarga keraton bersama Sultan. Ia adalah anak kesayangan Sultan Alaidin Ibrahim Mansyur Syah, sehingga kemana Sultan pergi ia sering dibawa serta. Karena  itu banyaklah pengalaman yang didapatnya sebagai ilmu terutama dari musyawarah-musyawarah yang diikutinya baik dalam lapangan politik maupun pengetahuan dalam memimpin pemerintah kenegaraan dan sebagainya. Ketika menjelang dewasa sudah nampak keistimewaan yang dimilikinya, dan ia telah menjadi kepercayaan Sultan.

Mengenai pendidikannya tidak jelas diketahui, tetapi menurut keterangan dan sepak terjangnya, dari orang yang dekat dan tulisan orang barat ia memiliki ilmu kasaktian. Begitu juga dalam kemiliteran ia memiliki ilmu strategi peperangan yang hampir setaraf dengan lepasan akademi militer Belanda. Di sampiug itu ia sangat tekun memperdalam ilmu agama, sehingga ia terkenal sebagai seorang yang saleh dan taat pada agama. Oleh karena itu segala tindakannya selalu berdasarkan ajaran agama. Untuk ini ia selalu mendekatkan diri dengan para ulama. Dalam berbicara ia banyak menguasai bahasa asing yang berlaku di wilayah Aceh.

Pribadinya sangat mengesankan, bijaksana, tajam firasat dan lebih menarik ia tidak punya pamrih untuk menjadi pemimpin. Demikianlah karena sifatnya yang terpuji ini ia diangkat menjadi Panglima Tertinggi Angkatan Perang Aceh. Kemudian ia menyusun kekuatan Aceh dan selanjutnya ia turun ke lapangan langsung memimpin pasukan Aceh untuk menghadapi tentera Belanda. Karena taktik dan siasatnya yang tepat, tentara Belanda merasa berat untuk dapat menduduki Aceh.

Setelah ayahnya, Laksamana Tuanku Abdul Kadir, meninggal dunia, Tuanku Hasyim Bangta Muda ditunjuk oleh Sultan Aceh untuk menjadi panglima di Aceh Timur dengan daerah yang meliputi Simpang Ulim dan Langkat.Sebagaimana diketahui Laksamana Tuanku Abdul Kadir semasa hidupnya diserahi kepercayaan perwalian Aceh Timur dan Langkat. Pada tahun 1850 karena kebijaksanaan dan kecakapannya, Tuanku Hasyim Bangta Muda diangkat menjadi Wali Sultan Aceh di daerah Sumatera Timur danwilayahnya meliputi Deli dan Serdang. Dengan memasukkan Sumatera Timur, wilayahnya sekarang terbentang dari Aceh Timur yaitu dari Simpang Ulim sampai ke Serdang, Untuk mempertahankan wilayah ini ia mengatur basis pertahanan pada tempat yang strategis dan kemudian menyusun kekuatan sebagai pertahanan pada garis terdepan, untuk basis pertahanan ini ia memilih pulau Kampai.

Pulau Kampai dibangun sedemikian rupa sehingga merupakan benteng yang terkuat. Hal ini karena pulau Kampai terletak pada jalur pelayaran di Selat Malaka. Dengan memperkuat pulau ini, wilayah Aceh pada bagian Timur akan dapat dibendung dari kemungkinan serangan laut musuh. Untuk membangun kemakmuran rakyat ia memerintahkan kepada rakyat untuk menanam lada. Dengan hasil pertanian lada kehidupan rakyat lebih meningkat dan sekaligus menambah penghasilan negara. Kota-kota pantai sepanjang wilayahnya menjadi lebih ramai dalam perdagangan lada. Dalam beberapa tahun saja jalur perdagangan makin menjadi luas dan pedagang Aceh telah menempatkan agen-agennya di Penang.
Dalam taktik dan siasat perang Tuanku Hasyim membentuk sèbuah badan yang disebut panitia delapan dengan ketuanya ditunjuk Teungku Paya. Tengku Paya juga orang penting yang dekat dengan Tuanku Hasyim, ia sengaja didatangkan dari Aceh Besar ke Aceh Timur dalam merintis penanaman lada. Panitia Delapan ini mempunyai agen tetap yang berkedudukan di Penang. Tugasnya yang paling berat di samping perdagangan juga menyiasati gerak-gerik Belanda di Selat Malaka.

Dalam zaman pemerintahan Sultan Alaidin Mansyur Syah.  Belanda telah memulai usaha untuk mencaplok wilayah Aceh pada bagian Timur yang kemudian mereka berhasil menduduki daerah Siak. Kemudian Belanda mengirimkan utusannya untuk menemui Sultan Aceh dengan maksud akan mengikat persahabatan. Tetapi disebalik itu Belanda secara diam-diam telah memulai aksinya dengan
membujuk Sultan Siak.

Hasilnya sangat merugikan Aceh, karena wilayah Sumatera Timur yang berada dalam kekuasaan Sultan Siak termasuk Tanah Putih sampai Tamiang mengakui kedaulatan Belanda. Demikianlah dalam tahun 1853 Tuanku Hasyim Bangta Muda telah diserahi tugas yang berat. Untuk ini segala persoalan yang terjadi terjadi di wilayah Aceh Timur akan menjadi tanggung-jawabnya. Kini setelah Belanda berkuasa di Sumatera Timur, banyak daerah yang mulai ragu akan kekuatan Aceh dan berusaha melepaskan diri. Untuk menghadapi hal ini Tuanku Hasyim berusaha menanamkan kepercayaan pada rakyat, bahwa wilayah ini merupakan daerah kekuasaan Aceh yang penuh. Dalam kegiatan ini raja-raja kecil yang telah bimbang akan kepercayaannya dapat diinsafkan kembali, maka dapat ditarik kembali ke pihak Aceh.

Melihat gerak-gerik ini Tuanku Hasyim meningkatkan kegiatannya. Benteng-benteng pertahanan diperkuat, alat perlengkapan perang ditambah. Untuk memperlengkapi alat persenjataan beliau berusaha memasukkan senjata dari Penang sebanyak 15,000 (lima belas ribu) pucuk senapan dan beribu peti peluru yang dibeli dengan cara barter. Dalam strategi  pertahanan benteng-benteng terus dibangun, sebagai rangka dalam menghadapi kemungkinan serangan Belanda. Siasat Tuanku Hasyim untuk mematahkan semangat para tokoh yang cenderung memihak pada BGlanda, ialah beliau memulai serangan terhadap Belanda. Adapun orang yang memihak pada Belanda seperti Pangeran Musa Langkat dapat diinsyafkan dengan jalan mengawini anaknya yang bernama Tengku Ubang. Dengan demikian Pangeran Musa Langkat menjadi mertua Tuanku Hasyim. Biarpun begitu Tuanku Hasyim akan selalu berhati-hati terhadap Pangeran Musa Langkat.

Begitu juga Sultan Muhammad Syekh atau Mat Syekh dapat diinsyafkan dan kemudian dapat dijadikan kawan yang baik untuk menghadapi Belanda yang akan menduduki daerah Langkat. Di daerah Tamiang Sultan Muda yang berpihak kepada Pangeran Musa digantikan dengan Raja Bendahara menjadi Raja Seruay. Dengan demikian dapatlah dibasmi musuh dalam selimut oleh Tuanku Hasyim.

Setelah semua dapat diinsyapkan dan dipulihkan, Tuanku Hasyim mengarahkan pandangannya untuk memperkuat pulau  Kampai sebagai pertahanan terdepan. Pulau Kampai adalah merupakan pelabuhan dan pertahanan yang strategis dari daerah Langkat. Untuk menghadapi serangan Belanda ia memperkuat kubu pertahanan dengan dilengkapi peralatan yang cukup. Hal ini dapat berjalan lancar, karena penguasa pulau ini juga adalah orang Aceh yang diangkat Cut Bugam. Oleh Raja Tamiang,  raja ini bernama Nyak Asan, ia diangkat sebagai pengganti ayahnya.

Pada mulanya benteng ini dibangun oleh laksamana Tuanku Abdul Kadir, oleh sebab itu Tuanku Hasyim hanya memperbaharui dan menambah perlengkapan yang diperlukan. Kemudian beliau membangun lagi benteng pertahanan di Tanjung Pura, Gedubang, Besitang, Pangkalan Susu, Benteng Bugak, Pasir Putih, Tualang dan Manyak Pait. Untuk mengepalai benteng-benteng ini diangkat soorang pemimpin yang dikoordinir langsung oleh Tuanku Hasyim. Ia sendiri bermarkas di benteng Pulau Kampai, dengan dibantu oleh Panglima Raja Itam, Adik kandung Tuanku Hasyim, dan Panglima Teuku Cut Latif. Dengan demikian pertahanan-pertahanan Aceh di bagian Timur telah teratur rapi.

Dalam tahun 1862 Tuanku Hasyim secara diam-diam bergerak menuju Batubara untuk menawan Datuk Bungak yang memihak kepada Belanda. Kemudian ia meneruskan perjalanannya ke Bengkalis untuk menemui Asisten Residen Belanda, Arnold. Tujuannya ialah untuk membicarakan beberapa daerah di Sumatera Timur yang melepaskan diri dari Aceh dan mereka yang telah memihak kepada Belanda. Dalam pembicaraan ini Tuanku Hasyim merasa dirugikan.

Karena rupanya pulau Kampai telah disediaknn untuk basis penyerangan Belanda terhadap wilayah Aceh. Tiga bulan kemudian Belanda mengirimkan Raja Burhanuddin untuk menyelidiki situasi di Sumatera Timur, dan dalam waktu yang bersamaan datang pula Netscher dengan kapal perang Belanda dengan tujuan untuk menyerang Langkat, tetapi penyerangan ini dapat dipatahkan oleh Tuanku Hasyim. Kegagalan Belanda pada penyerangan ini mengurangi kepercayaan Belanda pada Pangeran Langkat, karena Pangeran Langkat tidak menepati janji yang dibuatnya dengan pihak Belanda. Hal demikian disebabkan tindakan Tuanku Hasyim yang lebih cepat dan lebih cekatan. Karena itu untuk kedua Icalinya Netscher merasa perlu mengunjungi Pangeran Langkat, tetapi tiada membawa hasil yang diharapkan. Kunjungan ini tidak mendapat tanda tangan persetujuan kedua belah pihak. Sesungguhnya Sultan Langkat akan mendirikan Kerajaan Langkat, tetapi terbentur, karena Langkat masih bernaung di bawah Aceh. Oleh sebab itulah maka Pangeran Langkat mau bekerja sama dengan Belanda untuk melepaskan diri. Akan tetapi yang menjadi porsoalan ialah tentang wilayah Tamiang. Kejuruan Tamiang sendiri menentang masuknya kekuasaan Belanda. Karena pengaruh Tuanku Hasyim. Oleh sebab itulah maka kekuasaan Pangeran Langkat menjadi lemah. Karena itu Belanda membentuk Kesultanan Langkat dengan tidak menggabungkan Tamiang dan Aru, sedang teluk Aru merupakan pusat kekuatannya yang terletak di pulau Kampai yang telah diperkuat oleh Tuanku Hasyim.

Pada tahun 1863 Residen Belanda mencoba sekali lagi menyelesaikan Langkat. Ia datang dengan perlengkapan perang dan dua buah kapal, dengan tujuan agar dapat memukul kekuatan Tuanku Hasyim.

-- Bersambung --
Naskah Asli karya Muchtaruddin Ibrahim
Pada Proyek Biografi Pahlawan Nasional pada Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemant P & K tahun 1977

Tidak ada komentar:

Posting Komentar