Blokade laut kapal perang Belanda saat ekspedisi pertama ke Aceh, tahun 1873 |
Tuanku Hasyim Bangta Muda lahir di Kampung Lambada dalam Sagi Mukim 26 Aceh Besar, kira-kira pada tahun 1834 Masehi. Ayahnya bemama Laksamana Tuanku Abdul Kadir yang semasa hidupmya memangku jabatan perwalian di Aceh Timur. Tuanku Hasyim Bangta Muda bersaudara tiga orang, diantaranya ialah Tuanku Raja Itam dan Tuanku Mahmud Bangta Keucik. Ia adalah putera yang tertua dari tiga bersaudara ini.
Adapun
asal-usul serta silsilah keturunannya, Tuanku Hasyim Banta Muda adalah putera
laksamana Tuanku Abdul Kadir, ibnu Raja Muda Tuanku Cut Zainal Abidin, ibnu
Sultan Alaidin Mahmudsyah, ibnu Sultan Abidin Johan Syah, ibnu Sultan Alaidin
Ahmad Syah, ibnu Nuruddin Abdurahim Maharaja Lela, ibnu Fakih Zainal Abidin
Syah, Ibnu Malik Daim Mansyursyah, ibnu ' Abdullah Al Malikul Amin, ibnu Malik
Syah Daim Syah, ibnu Abdul Jalil Daim Husin Syah, ibnu Malik Mahmud Hakim Syah,
ibnu Musa Daim Syah, ibnu Hasyim Nuruddin Syah, ibnu Mansyur Syah, ibnu Sulaiman Syah Daim Ali Iskandar,
ibnu Malik Ibrahim Syah Daim, yaitu saudara sewali dari tokoh Alaidin yang
bernama Machdum Abi Abdillah As Syekh Abdurauf Al Mulaqqab Tuan di Kandang Syekh
Bandar Darussalam.
Pada
tahun 495 Hijrah rombongan yang terdiri dari 500 orang berhasil mengIslamkan
penduduk Aceh Raya. Kemudian sebahagian rombongan ini di bawah pimpinan Mansyur
meneruskan perjalanannya dalam dakwah Islam ke Makasar (Ujung Pandang). Sedang
sebahagian termasuk keturunan Machdum Abdi Abdillah Johan Syah - Ali Mughayat Syah
- Iskandar Muda terus bermukim dan menetap di Aceh untuk menyempurnakan
pertumbuhan dan melaksanakan pembangunan Aceh dalam segala bidang.
Setelah
beberapa tahun kemudian, Msnsyur keturunan Ibrahim Syah Daim kembali dari Makasar
ke Aceh, dan setelah beberapa k ali pergantian Sultan dari garis keturunan satu
dan lain maka cicit Mansyur diangkat menjadi Sultan Aceh yang bernama Alaidin
Ahmad Syah. Kemudian yang terakhir Sultan Alaidin Mahmud Daud Syah. Pada masa inilah
Tuanku Hasyim mulai memegang peranan dan turun ke arena pertempuran menghadapi
serangan Belanda.
Dalam
usia duabelas tahun Tuanku Hasyim Bangta Muda sudah sering masuk ke Keraton dan
tinggal bersama keluarga keraton bersama Sultan. Ia adalah anak kesayangan
Sultan Alaidin Ibrahim Mansyur Syah, sehingga kemana Sultan pergi ia sering
dibawa serta. Karena itu banyaklah
pengalaman yang didapatnya sebagai ilmu terutama dari musyawarah-musyawarah
yang diikutinya baik dalam lapangan politik maupun pengetahuan dalam memimpin pemerintah
kenegaraan dan sebagainya. Ketika menjelang dewasa sudah nampak keistimewaan yang
dimilikinya, dan ia telah menjadi kepercayaan Sultan.
Mengenai
pendidikannya tidak jelas diketahui, tetapi menurut keterangan dan sepak
terjangnya, dari orang yang dekat dan tulisan orang barat ia memiliki ilmu
kasaktian. Begitu juga dalam kemiliteran ia memiliki ilmu strategi peperangan
yang hampir setaraf dengan lepasan akademi militer Belanda. Di sampiug itu ia
sangat tekun memperdalam ilmu agama, sehingga ia terkenal sebagai seorang yang
saleh dan taat pada agama. Oleh karena itu segala tindakannya
selalu berdasarkan ajaran agama. Untuk ini ia selalu mendekatkan diri dengan para
ulama. Dalam berbicara ia banyak menguasai bahasa asing yang berlaku di wilayah
Aceh.
Pribadinya
sangat mengesankan, bijaksana, tajam firasat dan lebih menarik ia tidak punya pamrih
untuk menjadi pemimpin. Demikianlah karena sifatnya yang terpuji ini ia
diangkat menjadi Panglima Tertinggi Angkatan Perang Aceh. Kemudian ia menyusun
kekuatan Aceh dan selanjutnya ia turun ke lapangan langsung memimpin pasukan
Aceh untuk menghadapi tentera Belanda. Karena taktik dan siasatnya yang tepat,
tentara Belanda merasa berat untuk dapat menduduki Aceh.
Setelah
ayahnya, Laksamana Tuanku Abdul Kadir, meninggal dunia, Tuanku Hasyim Bangta
Muda ditunjuk oleh Sultan Aceh untuk menjadi panglima di Aceh Timur dengan
daerah yang meliputi Simpang Ulim dan Langkat.Sebagaimana diketahui Laksamana
Tuanku Abdul Kadir semasa hidupnya diserahi kepercayaan perwalian Aceh Timur
dan Langkat. Pada tahun 1850 karena kebijaksanaan dan kecakapannya, Tuanku
Hasyim Bangta Muda diangkat menjadi Wali Sultan Aceh di daerah Sumatera Timur
danwilayahnya meliputi Deli dan Serdang. Dengan memasukkan Sumatera Timur, wilayahnya
sekarang terbentang dari Aceh Timur yaitu dari Simpang Ulim sampai ke Serdang,
Untuk mempertahankan wilayah ini ia mengatur basis pertahanan pada tempat yang
strategis dan kemudian menyusun kekuatan sebagai pertahanan pada garis terdepan,
untuk basis pertahanan ini ia memilih pulau Kampai.
Pulau
Kampai dibangun sedemikian rupa sehingga merupakan benteng yang terkuat. Hal ini
karena pulau Kampai terletak pada jalur pelayaran di Selat Malaka. Dengan
memperkuat pulau ini, wilayah Aceh pada bagian Timur akan dapat dibendung dari kemungkinan
serangan laut musuh. Untuk membangun kemakmuran rakyat ia memerintahkan kepada
rakyat untuk menanam lada. Dengan hasil pertanian lada kehidupan rakyat lebih
meningkat dan sekaligus menambah penghasilan negara. Kota-kota pantai sepanjang
wilayahnya menjadi lebih ramai dalam perdagangan lada. Dalam beberapa tahun
saja jalur perdagangan makin menjadi luas dan pedagang Aceh telah menempatkan agen-agennya
di Penang.
Dalam
taktik dan siasat perang Tuanku Hasyim membentuk sèbuah badan yang disebut
panitia delapan dengan ketuanya ditunjuk Teungku Paya. Tengku Paya juga orang
penting yang dekat dengan Tuanku Hasyim, ia sengaja didatangkan dari Aceh Besar
ke Aceh Timur dalam merintis penanaman lada. Panitia Delapan ini mempunyai agen
tetap yang berkedudukan di Penang. Tugasnya yang paling berat di samping
perdagangan juga menyiasati gerak-gerik Belanda di Selat Malaka.
Dalam
zaman pemerintahan Sultan Alaidin Mansyur Syah.
Belanda telah memulai usaha untuk mencaplok wilayah Aceh pada bagian Timur
yang kemudian mereka berhasil menduduki daerah Siak. Kemudian Belanda
mengirimkan utusannya untuk menemui Sultan Aceh dengan maksud akan mengikat
persahabatan. Tetapi disebalik itu Belanda secara diam-diam telah memulai
aksinya dengan
membujuk
Sultan Siak.
Hasilnya
sangat merugikan Aceh, karena wilayah Sumatera Timur yang berada dalam kekuasaan
Sultan Siak termasuk Tanah Putih sampai Tamiang mengakui kedaulatan Belanda.
Demikianlah dalam tahun 1853 Tuanku Hasyim Bangta Muda telah diserahi tugas
yang berat. Untuk ini segala persoalan yang terjadi terjadi di wilayah Aceh Timur
akan menjadi tanggung-jawabnya. Kini setelah Belanda berkuasa di Sumatera
Timur, banyak daerah yang mulai ragu akan kekuatan Aceh dan berusaha melepaskan
diri. Untuk menghadapi hal ini Tuanku Hasyim berusaha menanamkan kepercayaan
pada rakyat, bahwa wilayah ini merupakan daerah kekuasaan Aceh yang penuh. Dalam
kegiatan ini raja-raja kecil yang telah bimbang akan kepercayaannya dapat diinsafkan
kembali, maka dapat ditarik kembali ke pihak Aceh.
Melihat
gerak-gerik ini Tuanku Hasyim meningkatkan kegiatannya. Benteng-benteng pertahanan
diperkuat, alat perlengkapan perang ditambah. Untuk memperlengkapi alat
persenjataan beliau berusaha memasukkan senjata dari Penang sebanyak 15,000
(lima belas ribu) pucuk senapan dan beribu peti peluru yang dibeli dengan cara
barter. Dalam strategi pertahanan
benteng-benteng terus dibangun, sebagai rangka dalam menghadapi kemungkinan
serangan Belanda. Siasat Tuanku Hasyim untuk mematahkan semangat para tokoh
yang cenderung memihak pada BGlanda, ialah beliau memulai serangan terhadap Belanda.
Adapun orang yang memihak pada Belanda seperti Pangeran Musa Langkat dapat
diinsyafkan dengan jalan mengawini anaknya yang bernama Tengku Ubang. Dengan
demikian Pangeran Musa Langkat menjadi mertua Tuanku Hasyim. Biarpun begitu Tuanku
Hasyim akan selalu berhati-hati terhadap Pangeran Musa Langkat.
Begitu
juga Sultan Muhammad Syekh atau Mat Syekh dapat diinsyafkan dan kemudian dapat
dijadikan kawan yang baik untuk menghadapi Belanda yang akan menduduki daerah
Langkat. Di daerah Tamiang Sultan Muda yang berpihak kepada Pangeran Musa digantikan
dengan Raja Bendahara menjadi Raja Seruay. Dengan demikian dapatlah dibasmi
musuh dalam selimut oleh Tuanku Hasyim.
Setelah
semua dapat diinsyapkan dan dipulihkan, Tuanku Hasyim mengarahkan pandangannya
untuk memperkuat pulau Kampai sebagai
pertahanan terdepan. Pulau Kampai adalah merupakan pelabuhan dan pertahanan
yang strategis dari daerah Langkat. Untuk menghadapi serangan Belanda ia
memperkuat kubu pertahanan dengan dilengkapi peralatan yang cukup. Hal ini
dapat berjalan lancar, karena penguasa pulau ini juga adalah orang Aceh yang
diangkat Cut Bugam. Oleh Raja Tamiang, raja ini bernama Nyak Asan, ia diangkat
sebagai pengganti ayahnya.
Pada
mulanya benteng ini dibangun oleh laksamana Tuanku Abdul Kadir, oleh sebab itu Tuanku
Hasyim hanya memperbaharui dan menambah perlengkapan yang diperlukan. Kemudian
beliau membangun lagi benteng pertahanan di Tanjung Pura, Gedubang, Besitang, Pangkalan
Susu, Benteng Bugak, Pasir Putih, Tualang dan Manyak Pait. Untuk mengepalai benteng-benteng
ini diangkat soorang pemimpin yang dikoordinir langsung oleh Tuanku Hasyim. Ia
sendiri bermarkas di benteng Pulau Kampai, dengan dibantu oleh Panglima Raja Itam,
Adik kandung Tuanku Hasyim, dan Panglima Teuku Cut Latif. Dengan demikian
pertahanan-pertahanan Aceh di bagian Timur telah teratur rapi.
Dalam
tahun 1862 Tuanku Hasyim secara diam-diam bergerak menuju Batubara untuk menawan
Datuk Bungak yang memihak kepada Belanda. Kemudian ia meneruskan perjalanannya
ke Bengkalis untuk menemui Asisten Residen Belanda, Arnold. Tujuannya ialah
untuk membicarakan beberapa daerah di Sumatera Timur yang melepaskan diri dari
Aceh dan mereka yang telah memihak kepada Belanda. Dalam pembicaraan ini Tuanku
Hasyim merasa dirugikan.
Karena
rupanya pulau Kampai telah disediaknn untuk basis penyerangan Belanda terhadap
wilayah Aceh. Tiga bulan kemudian Belanda mengirimkan Raja Burhanuddin untuk
menyelidiki situasi di Sumatera Timur, dan dalam waktu yang bersamaan datang
pula Netscher dengan kapal perang Belanda dengan tujuan untuk menyerang Langkat,
tetapi penyerangan ini dapat dipatahkan oleh Tuanku Hasyim. Kegagalan Belanda
pada penyerangan ini mengurangi kepercayaan Belanda pada Pangeran Langkat, karena
Pangeran Langkat tidak menepati janji yang dibuatnya dengan pihak Belanda. Hal
demikian disebabkan tindakan Tuanku Hasyim yang lebih cepat dan lebih cekatan.
Karena itu untuk kedua Icalinya Netscher merasa perlu mengunjungi Pangeran
Langkat, tetapi tiada membawa hasil yang diharapkan. Kunjungan ini tidak
mendapat tanda tangan persetujuan kedua belah pihak. Sesungguhnya Sultan
Langkat akan mendirikan Kerajaan Langkat, tetapi terbentur, karena
Langkat masih bernaung di bawah Aceh. Oleh sebab itulah maka Pangeran Langkat
mau bekerja sama dengan Belanda untuk melepaskan diri. Akan tetapi yang menjadi
porsoalan ialah tentang wilayah Tamiang. Kejuruan Tamiang sendiri menentang
masuknya kekuasaan Belanda. Karena pengaruh Tuanku Hasyim. Oleh sebab itulah
maka kekuasaan Pangeran Langkat menjadi lemah. Karena itu Belanda membentuk Kesultanan
Langkat dengan tidak menggabungkan Tamiang dan Aru, sedang teluk Aru merupakan
pusat kekuatannya yang terletak di pulau Kampai yang telah diperkuat oleh
Tuanku Hasyim.
Pada
tahun 1863 Residen Belanda mencoba sekali lagi menyelesaikan Langkat. Ia datang
dengan perlengkapan perang dan dua buah kapal, dengan tujuan agar dapat memukul
kekuatan Tuanku Hasyim.
-- Bersambung --
Naskah Asli karya Muchtaruddin Ibrahim
Pada Proyek Biografi Pahlawan Nasional pada Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemant P & K tahun 1977
Pada Proyek Biografi Pahlawan Nasional pada Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemant P & K tahun 1977
Tidak ada komentar:
Posting Komentar