Tentang BLOG

Blog ini sendiri banyak berisi tentang sejarah perjuangan dan kemegahan kesultanan aceh di masa lampau, kisah pejuang aceh yang sangat perkasa, sejarah sejarah kesultanan lainnya di nusantara serta kisah medan perang yang jarang kita temukan. semoga bisa menjadi motivasi bagi kita bersama untuk terus menggali sejarah dan untuk menjadikan sejarah sebagai motivasi dalam kehudupan kebangsaan kita.

Jumat, 03 Januari 2014

Tuanku Hasyim Banta Muda, Panglima Tertinggi Angkatan Perang Kesultanan Aceh Darussalam Bag. 2

Pendaratan pasukan Belanda di pantai Aceh

Tuanku Hasyim Banta Muda, Panglima Tertinggi Angkatan Perang Kesultanan Aceh Darussalam. Bag. 1 

Pada tahun 1863 Residen Belanda mencoba sekali lagi menyelesaikan Langkat. Ia datang dengan perlengkapan perang dan dua buah kapal, dengan tujuan agar dapat memukul kekuatan Tuanku Hasyim. Tetapi karena kuatnya pertahanan Aceh, Belanda tak dapat mendekati pulau Kampai. Bahkan mereka disambut dengan tembakan meriam, sehingga pasukan Belanda terpaksa mundur kembali. Rupanya Netscher tidak berputus asa untuk merebut pulau Kampai. Dalam penyerangan ini ia mengikut sertakan Raja Burhanuddin sebagai penyelidik pertahanan Aceh. Tetapi melihat kekuatan Tuanku Hasyim yang menantinya, mereka merobah haluan kapalnya kembali. Dari jauh mereka memperhatikan bendera Aceh berkibar dengan megah. Kemudian mereka menunjukan arah kapalnya ke Bengkalis. 

Demikianlah benteng Pulau Kampai yang dibangun Tuanku Hasyim telah empat kali mendapat serangan dari Belanda, tetapi dapat digagalkan oleh pejuang Aceh. Begitu juga penyerangan Belanda dari darat dan laut terhadap langkat dapat dipatahkan oleh Pasukan Tuanku Hasyim dan juga penyerangan Netscher kedua kalinya ke Sumatera Timur dapat digagalkan. Setelah beberapa kali Belanda mengalami kegagalan, kemudian mereka mengirim mata-mata untuk menyelidiki gerak-gerik dan benteng pertahanan Tuanku Hasyim.  Begitu Belanda mendapat khabar, bahwa Tuanku Hasyim sedang berada di pusat atas panggilan Sultan, maka Belanda segera mengerahkan kekuatannya untuk menyerang Pulau Kampai, Sedangkan waktu itu pimpinan pertahanan Pulau Kampai diserahkan kepada Tuanku Itam yang dibantu oleh Teuku Cut Latif. Serangan yang cepat ini berhasil dan Belanda dapat merebut benteng pulau Kampai pada tahun 1865.

Sesudah jatuhnya benteng Pulau Kampai ke tangan Belanda sekembalinya Tuanku Hasyim dari pusat, ia memindahkan pusat kekuatannya ke Manyak Pait. Kemudian ia membangun dan menyusun kekuatannya. Selanjutnya ia meningkatkan kegiatan Panitia delapan demi kepentingan perang. Adapun tugasnya, selain perdagangan, yang lebih penting ialah mengawasi kegiatan Belanda di Selat Malaka dalam usahanya menyerang Aceh. Demikianlah berkat usaha Tuanku Hasyim yang gigih dan ulet beliau dapat membendung serangan Belanda dari darat selama kurang lebih lima belas tahun.
Pada tahun 1870 timbul kegoncangan dalam pemerintahan Aceh. Sultan Alaidin Ibrahim Syah meninggal dunia, sedang pengganti baginda belum ada yang dapat bertanggung jawab atas kelangsungan pemerintahan. Begitu juga pihak Belanda telah siap untuk menyerang kerajaan Aceh. Mereka hanya menanti kesempatan yang baik, Mereka telah siap menanti perintah dari atasannya. Untuk menanggulangi kekalutan ini tampillah tokoh-tokoh politik, orang-orang besar, Uleebalang dan para ulama. Mereka mengadakan musyawarah untuk mengangkat pengganti Sultan. Hasil musyawarah secara bulat menunjuk Tuanku Hasyim Bangta Muda sebagai pengganti Sultan. Tetapi Tuanku Hasyim menolak dan tidak bersedia, dengan alasan ia tidak tepat, sebab pengangkatan Sultan sudah berselang dua, yakni Abdul Kadir dan Tuanku Raja Gut Zainal tidak menjadi Sultan. Hal ini kurang sesuai dengan adat dan peraturan. Untuk ini ia menunjuk Mahmud Syah yang masih kecil untuk menjadi Sultan. Beliau ini putera Sultan Alaidin Sulaiman Ali Iskandar.

Para ulama beserta pembesar kerajaan sekali lagi mengadakan musyawarah dan dengan suara bulat mendesak agar Tuanku Hasyim bersedia menjadi Sultan, dengan alasan bahwa negara dalam keadaan bahaya dan musyawarah sangat mengharapkan seorang kuat seperti Tuanku Hasyim, Tetapi Tuanku Hasyim tetap pada pendiriannya. Ia menolak jabatan Sultan. Dan pendiriannya yang kuat atas dasar tidak rela merubah garis hukum adat, bahwa yang sebenarnya berhak  menjadi Sultan adalah Mahmud Syah. Kalau alasan negara dalam keadaan bahaya, ia lebih senang turun ke lapangan untuk  menghadapi musuh dari pada duduk bersilaa di atas tahta kerajaan hanya untuk memerintah. Karena penolakan ini, akhirnyn musyawarah memutuskan untuk mengangkat Mahmud Syah menjadi Sultan, biarpun dalam keadaan lemah. Hal ini guna mempertanggungjawabkan tugas negara dan kclangsungan pemerintahan Aceh. Meskipun secara resmi Tuanku Hasyim menolak diangkat menjadi Sultan, tetapi secara praktis, ia bertanggung jawab dan melaksanakan tugas-tugas kesultanan demi kepentingan negara,bangsa dan agama.

Pada waktu Sultan baru diangkat, kekuatan-kekuatan yang ada di Aceh ada tiga golongan. Pertama golongan keturunan Arab, jumlahnya sedikit, tetapi mereka ini termasuk golongan yang intelek, persatuannya kokoh. Oleh sebab itu golongan ini suka berperang. Kedua golongan penduduk asli, jumlahnya banyak. Mereka ini lebih dekat kepada Sultan, tetapi persatuan kurang kokoh. Di dalamnya tergabung Ulebalang-Ulebalang yang ternama, tetapi mereka ini nampaknya sangat lemah dan bersedia bekerja sama dengan Belanda. Oleh sebab itu Belanda mencoba mengadakan kontak dengan golongan ini. Ketiga golongan yang mempunyai pendirian keras, yang tidak dapat diajak berdamai. Jumlahnya terbesar. Mereka ini terdiri dari orang-orang kuat dan para ulama. Golongan inilah yang paling gigih menentang penjajahan Belanda.Golongan yang pertama dipimpin oleh Sayid Abdurachman Azzahir, sedang golongan yang ketiga dipimpin oleh Tuanku Hasyim, Tuanku Hasyim adalah tokoh yang kuat dan taat pada agama.

Disamping itu atas pengaruh Tuanku Hasyim banyak pula golongan Ulebalang yang taat pada agama.  Mereka ada dipihak Tuanku Hasyim. Para Ulebalang yang mendukung Tuanku Hasyim ialah, Panglima Polim Ibrahim Muda Kuala, Teuku Nyak Raya Imeum Luengbata atau Panglima Keraton. Para ulama yang mendukung perjuangan Tuanku Hasyim ialah Tengku Cik di Kutakarang Syekh Abbas, Teungku Chik di Tiro Muhamad Saman dan lain-lainnya.

-- Bersambung --
Naskah Asli karya Muchtaruddin Ibrahim
Pada Proyek Biografi Pahlawan Nasional pada Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemant P & K tahun 1977

1 komentar: