Tentang BLOG

Blog ini sendiri banyak berisi tentang sejarah perjuangan dan kemegahan kesultanan aceh di masa lampau, kisah pejuang aceh yang sangat perkasa, sejarah sejarah kesultanan lainnya di nusantara serta kisah medan perang yang jarang kita temukan. semoga bisa menjadi motivasi bagi kita bersama untuk terus menggali sejarah dan untuk menjadikan sejarah sebagai motivasi dalam kehudupan kebangsaan kita.

Jumat, 03 Januari 2014

Tuanku Hasyim Banta Muda, Panglima Tertinggi Angkatan Perang Kesultanan Aceh Darussalam Bag. 5 (Habis)

Sebuah benteng tua milik angkatan perang Aceh didekat Lamnyong setelah direbut oleh Belanda

Tuanku Hasyim Banta Muda, Panglima Tertinggi Angkatan Perang Kesultanan Aceh Darussalam Bag. 4
Pada tahun 1879 Tuanku Hasyim semakin tua, namun jiwa patriot dan semangat jihadnya tetap membara untuk menentang penjajahan Belanda. Ia tinggal di Keumala Dalam bersama Sultan Muhamad Daud Syah yang masih berumur kurang lebih 10 tahun. Berkat daya upaya, Kuta Keumala Dalam terus tumbuh dan mampu menjadi ibu kota Kerajaan Aceh yang kedua yang akhirnya menjadi pusat kebudayaan yang ternama dan pusat perdagangan lokal.
Dari Keumala inilah Tuanku Hasyim mengatur pimpinan pemerintahan Aceh baik sipil maupun militer sambil mengasuh Sultan Muhammad Daud Syah yang masih kecil. Berkat asuhan dan bimbingan beliau Muhammad Daud bertumbuh menjadi seorang tokoh pemimpin yang berwatak dalam memimpin dan mengasuh baginda Tuanku Hasyim didampingi oleh pembesar-pembesar kerajaan yang setia, diantaranya adiknya sendiri Tuanku Mahmud Bangta Keucik sebagai Menteri Jaksa Agung, sedangkan adiknya Tuanku Itam ditugaskan untuk memperkuat pertahanan Panglima Polim di Sagi 22 Mukim. Begitu juga pimpinan perjuangan dan panglima-panglima berdatangan ke Keumala Dalam untuk memberikan laporan dan petunjuk yang diperlukan. Kemudian, keadaan memaksa Tengku Cik di Tiro diperintahkan untuk memperkuat Panglima Polim di Sagi 22 Mukim. Kemudian benteng Panglima Polim dipercayakan kepada Tengku Chik di Tiro Muhamad Saman. Sedang Teuku Nyak Raja Imeum Luengbata tetap mendampingi Tuanku Hasyim di Keumala Dalam. 

Dalam menjalankan tugas ini Tuanku Hasyim terus mengadakan hubungan dengan luar, utusan datang ke Keumala antara lain dari negara Kedah dan Kelang. Tujuan utusan ini ialah untuk mendamaikan Aceh dengan Belanda. Namun dengan halus dan bijaksana Tuanku Hasyim menolak usaha ini. Setelah Panglima Teuku Chik di Tiro Muhamad Saman dan Panglima Polim Muda Kuala meninggal dunia. Belanda mencari jalan untuk melunakkan Tuanku Hasyim untuk mengakhiri peperangan. Untuk ini Belanda mengutus Raja Ismail bin Raja Abdullah dari Selangor dengan membawa surat Sultan Abubakar dan Johor. Utusan ini mengharapkan agar persoalan Aceh dan Belanda diselesaikan secara damai. Selangor dan Kedah bersedia menjadi penengah. Tapi usul ini ditolak oleh Tuanku Hasyim. Ia tetap pada pendiriannya, tidak mau berdamai dengan Belanda.



Setelah Sultan Muhamad Daud Syah dewasa dan dianggap sudah mampu memegang pimpinan pemerintahan Aceh, maka dalam tahun 1894 Hasyim beserta keluarganya meninggalkan Keumala Dalam dan pulang ke Reuebee, ke Rumah Raja di Meunasah Runtoh. Kemudian dalam tahun 1896 ia kembali ke Padang Tiji. Meskipun sudah meninggalkan ibukota Kerajaan Keumala Dalam, ia tetap dikunjungi oleh para panglima, ulama dan Ulebalang untuk mengadakan konsultasi.



Setelah 20 tahun lamanya memegang pimpinan, tepat hari Jum'at tanggal 22 Januari 1891 Tuanku Hasyim meninggai dunia dalam usia 63 tahun dan dimakamkan di samping Mesjid Padang Tiji dalam Sagi dua puluh dua mukim.

-- Selesai --
Naskah Asli karya Muchtaruddin Ibrahim Pada Proyek Biografi Pahlawan Nasional pada Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemant P & K tahun 1977

Tidak ada komentar:

Posting Komentar