Sebuah benteng tua milik angkatan perang Aceh didekat Lamnyong setelah direbut oleh Belanda |
Tuanku Hasyim Banta Muda, Panglima Tertinggi Angkatan Perang Kesultanan Aceh Darussalam Bag. 4
Pada tahun 1879 Tuanku Hasyim semakin tua, namun jiwa patriot dan semangat jihadnya tetap membara untuk menentang penjajahan Belanda. Ia tinggal di Keumala Dalam bersama Sultan Muhamad Daud Syah yang masih berumur kurang lebih 10 tahun. Berkat daya upaya, Kuta Keumala Dalam terus tumbuh dan mampu menjadi ibu kota Kerajaan Aceh yang kedua yang akhirnya menjadi pusat kebudayaan yang ternama dan pusat perdagangan lokal.
Dari
Keumala inilah Tuanku Hasyim mengatur pimpinan pemerintahan Aceh baik sipil maupun
militer sambil mengasuh Sultan Muhammad Daud Syah yang masih kecil. Berkat asuhan
dan bimbingan beliau Muhammad Daud bertumbuh menjadi seorang tokoh pemimpin
yang berwatak dalam memimpin dan mengasuh baginda Tuanku Hasyim didampingi oleh
pembesar-pembesar kerajaan yang setia, diantaranya adiknya sendiri Tuanku Mahmud
Bangta Keucik sebagai Menteri Jaksa Agung, sedangkan adiknya Tuanku Itam
ditugaskan untuk memperkuat pertahanan Panglima Polim di Sagi 22 Mukim. Begitu
juga pimpinan perjuangan dan panglima-panglima berdatangan ke Keumala Dalam
untuk memberikan laporan dan petunjuk yang diperlukan. Kemudian, keadaan
memaksa Tengku Cik di Tiro diperintahkan untuk memperkuat Panglima Polim di
Sagi 22 Mukim. Kemudian benteng Panglima Polim dipercayakan kepada Tengku Chik
di Tiro Muhamad Saman. Sedang Teuku Nyak Raja Imeum Luengbata tetap mendampingi
Tuanku Hasyim di Keumala Dalam.
Dalam
menjalankan tugas ini Tuanku Hasyim terus mengadakan hubungan dengan luar,
utusan datang ke Keumala antara lain dari negara Kedah dan Kelang. Tujuan
utusan ini ialah untuk mendamaikan Aceh dengan Belanda. Namun dengan halus dan
bijaksana Tuanku Hasyim menolak usaha ini. Setelah Panglima Teuku Chik di Tiro
Muhamad Saman dan Panglima Polim Muda Kuala meninggal dunia. Belanda mencari
jalan untuk melunakkan Tuanku Hasyim untuk mengakhiri peperangan. Untuk ini
Belanda mengutus Raja Ismail bin Raja Abdullah dari Selangor dengan membawa
surat Sultan Abubakar dan Johor. Utusan ini mengharapkan agar persoalan Aceh
dan Belanda diselesaikan secara damai. Selangor dan Kedah bersedia menjadi
penengah. Tapi usul ini ditolak oleh Tuanku Hasyim. Ia tetap pada pendiriannya,
tidak mau berdamai dengan Belanda.
Setelah
Sultan Muhamad Daud Syah dewasa dan dianggap sudah mampu memegang pimpinan
pemerintahan Aceh, maka dalam tahun 1894 Hasyim beserta keluarganya
meninggalkan Keumala Dalam dan pulang ke Reuebee, ke Rumah Raja di Meunasah
Runtoh. Kemudian dalam tahun 1896 ia kembali ke Padang Tiji. Meskipun sudah
meninggalkan ibukota Kerajaan Keumala Dalam, ia tetap dikunjungi oleh para
panglima, ulama dan Ulebalang untuk mengadakan konsultasi.
Setelah 20 tahun lamanya memegang pimpinan, tepat hari Jum'at tanggal 22
Januari 1891 Tuanku Hasyim meninggai dunia dalam usia 63 tahun dan dimakamkan di samping Mesjid Padang Tiji dalam Sagi dua puluh dua mukim.
-- Selesai --
Naskah Asli karya Muchtaruddin Ibrahim
Pada Proyek Biografi Pahlawan Nasional pada Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemant P & K tahun 1977
Tidak ada komentar:
Posting Komentar