A. P. A. A. F. Baron de Bounam de Ryckholt |
Perang Aceh (1873-1914) adalah perang kolonial
Kerajaan Belanda terpanjang dalam sejarah penjajahan mereka atas bangsa lain.
Perang itu ditandai dengan pengiriman puluhan ribu tentara melalui Selat Malaka
guna menaklukan Kesultanan Aceh di bawah pemerintahan kolonial Belanda. Perang
itu memakan korban tak sedikit dari kedua belah pihak. Penyerang dan yang
diserang meninggalkan ratusan ribu korban prajurit, perwira, jenderal, orang
rantai dan rakyat sipil Aceh. Tercatat bahwa perang itu telah memakan korban seorang
putra Belanda bernama Alfridus Philippus Arcadus Adrianus Ferdinandus baron de
Bounam de Ryckholt. Keluarga de Ryckholt adalah salah satu keluarga cukup
terpandang terpandang dinegeri Belanda.
Bounam de Ryckholt adalah seorang perwira berpangkat
Letnan, ia ditugaskan ke Aceh dibawah unit batalyon infanteri ketiga Belanda
dalam ekspedisi kedua. Ketika ekspedisi pertama tahun 1873 yang berakhir dengan
kematian jenderal JHR Kohler, de Ryckholt ikut tampil. Agresi Belanda yang
gagal itu telah meninggalkan kesan buruk dalam batalyon infanteri ketiga, dari
26 orang perwira batalyon ketiga hanya tujuh orang saja yang selamat termasuk
Letnan Bounam de Ryckholt. Dalam surat buat keluarganya yang dikirim setelah
pasukan tiba di Batavia, ia menyampaikan rasa syukur bahwa ia selamat dalam
serangan yang gagal total tersebut.
Tanggal 12 Februari 1874 batalyon infanteri dimana
Bounam de Ryckholt bertugas melakukan serangan terhadap pertahanan pejuang Aceh
di Gampong Bitay. Serangan pada hari itu atas permintaan sekutu Belanda, Teuku
Nek Ulee Balang Meuraksa. Serangan itu dilakukan sebagai bagian penaklukan
total keraton Aceh dari tangan pejuang Aceh. Sepanjang ekspedisi penaklukan
keraton pihak Belanda selalu dibayang-bayangi oleh serangan brutal para pejuang
yang bermarkas di Bitay. Selain membahayakan gerakan Belanda, pertahanan
pejuang Aceh di Bitay juga mengancam posisi Teuku Nek Meuraksa yang berpihak
pada Belanda.
Awalnya Belanda tanpa kesulitan berarti telah mampu
menguasai Bitay dan menyerahkan wilayah pertahanan itu ketangan pengikut Teuku
Nek. Menjelang malam di Bitay, Pasukan Belanda kembali ke benteng Peunayong.
Namun ketika para tentara itu sedang dalam perjalanan menuju Peunayong, pasukan
Aceh kembali menyerang Bitay dari berbagai penjuru. Mereka berhasil mengusir
pengikut Teuku Nek pada malam itu juga bahkan sebelum tentara Belanda tiba di
Peunayong.
Mengetahui pasukan Aceh telah kembali ke Bitay,
batalyon infanteri ketiga kembali diperintahkan menyerang Bitay. Namun kali ini
tak semudah kali pertama ia mengambil alih Bitay. Malam hari sekitar pukul
tujuh malam pasukan itu telah berada di sekitar Keutapang, didekat sebuah kedai
nasi di Bitay pasukan tersebut dihadang oleh sekitar 800 orang pejuang Aceh
yang menyerang dengan segala jenis senjata. Satu tembakan senjata berat dari
meriam pejuang Aceh menghantam de Ryckholt dan Letnan Kolonel Engel.
Peluru meriam itu meledak begitu dekatnya dengan
kedudukan de Ryckholt sehingga ia terluka parah karenanya. Melihat rekan dan
pemimpin mereka telah jatuh, pasukan Belanda semakin kalang kabut dan memilih
mundur dari Bitay. Pasukan itu kini mundur ke Peunayong dengan dikejar oleh
pejuang Aceh dibelakangnya. Selain beberapa perwira yang terluka ringan dan
parah, dalam pertempuran itu jatuh korban dipihak Belanda sebanyak 56 tentara
yang terluka parah sementara 6 orang lainnya ditewaskan oleh pejuang Aceh.
Sesaat tiba di Peunayong Bounam de Ryckholt tewas
akibat lukanya di benteng Peunayong tak lama setelahnya menyusul Letnan Kolonel
Engel dan beberapa prajurit lain. De Ryckholt dan korban lainnya dikuburkan
didalam benteng Peunayong keesokan harinya, kelak ia dipindahkan ke Peucut dan
berkubur disana hingga kini. Janda beserta anaknya yang selama ia bertugas
tinggal di Batavia akhirnya kembali ke negeri Belanda pada tahun 1875.
Sumber: Wikipedia
Netherland
Tidak ada komentar:
Posting Komentar