Raja Bujang adalah penguasa Trumon yang paling terkenal. Baginda dinilai Ritter sebagai seorang penguasa pribumi yang mempunyai otak dan lihai bermain politik, maka telah melakukanmanuver-manuver politik dan ekonomi (baik dengan Aceh, Belanda dan pedagang asing lainnya, seperti orang Inggeris dan orang Cina) dalam mengumpul uang untuk melanggengkan kuasanya. Baginda juga memiliki kapal untuk membawa lada dari Trumon ke Batavia, Pulau Penang dan Bengali dan balik dengan barang-barang impor (Ritter 1839: 11; Stibbe, Wintgens &Uhlenbeck 1919: 441).
Hubungan antara Sultan Aceh dengan Trumon sepanjang pemerintahanRaja Bujang mulai kurang mesra. Raja Bujang ingin lebih bebas dari hegemonikuasa Kutaraja yang sudah berabad-abad menaungi raja-raja kecil di pantai barat Aceh. Antara sebab utama rosaknya hubungan itu ialah perampasan kapal Anna milik Raja Bujang, disebut
Bagianna oleh orang Trumon sendiri, yang penuh dengan muatan yang dilakukan wakil Sultan Aceh dalam pelayarannya dari Bengali ke Trumon. Selepas itu, kapal itu dipakai Sultan Aceh untuk menyerang kapal-kapal dagang Eropah yang lalu di perairannya. Antara yang menjadi mangsa ialah kapal Inggeris.
Nasib kapal Bagianna yang dirampas penguasa Aceh itu dilaporkan dalam
the Asiatic Journal
(jilid 24, bagian 2 New Series/September-December 1837, halaman 169 di bawah rubrik “DutchIndia”) yang berbunyi:
The notorious Achinese piratical statebark Bagianna which had recently been committingserious aggressions against the British flag, under the directions of the Rajah Moodah[Raja Muda; penulis] of Acheen, has, we learn, been captured by the Dutch men of war,which had been sent to Acheen to demand the restitution of the garda-costa schooner
Dolphin, and the surrender of her crew (by whom she had been cut off from Padangroads, with treasure on board, and taken into Acheen), and taken away, in retaliation of the conduct of the rajah, in harbouring the crew of the
Dolphin and refusing to restorethe vessel. The gunner of the
Bagianna
was dismissed by the Dutch, and having madehis way to Penang, related the circumstance of the capture of the craf
W. L. Ritter (1839:9-13)
Juga melaporkan Raja Bujang telah memagariistananya dengan benteng yang tingginya 8-10 kaki, selain dikelilingi parit sertadilengkapi baluarti (
bastion ), besi runcing dan kanon untuk melindungi diri
terakhir masa kekuasaanRaja Bujang (1814-1835)
putera mahkota Trumon, Nyak Bata (beberapa sumber menuliskannya Nyak Batak), yang setelah kemangkatan ayahnya pada tahun 1835 langsung naik nobat dalam usia 12 atau 13 tahun. Setelah naik takhta, Nyak Bata bergela
Raja Muda, (“Radja Moeda van Troemoen” ) Oleh kerana masih muda, baginda diwakili pamannya yang menjadiraja di Singkel, Muhammad Arif (RajaAmaris) dengan dibantu lima orang wali, iaitu Teuku Haji Kotta, Teuku Moramdari Daing, Teuku Molaban, Teuku Haji Matinda, dan Teuku Lalumpa (Ritter 1839: 11; Von Rosenberg 1885).
Nyak Bata adalah putera Raja Bujang dari isterinya seorang wanita Indo
yang dipanggil orang Trumon sebagai Si Nonna (Si Nona). Ayah Si Nonna adalah orang Aceh dan ibunya wanita Eropah, namanya Kaatje Stoolte, anak seorang doktor di Padang (Ritter 1839: 11-12; Veth 1873: 94). Menurut Hoffman(1873: 7) Kaatje Stolte adalah “keturunan seorang wanita Kristen, anak seorang doktor yang pernah bekerja untuk VOC di Padang”. Kaatje dan pemuda Aceh yang dicintainya telah lari dari Padang semasa kota itu diserang bajak laut LeMême asal Perancis pada tahun 1793 (Netscher 1881: 112-22).
Pasangan itu menaiki sebuah kapal yang kebetulan sedang berlabuh di pelabuhan Muara.Kaatje tidak mahu kembali ke Padang. Pasangan yang kemabukan cinta itu akhirnya berkawin dengan Kaatje setelah memeluk Islam dan kemudian sampai di Trumon.Di Padang, kedengaran khabar angin yang mengatakan gadis Indo Aceh belanda itu telah diculik orang pribumi dan dijadikan budak.
Tidak lama kemudian, lahirlahseorang bayi Indo di Trumon, anak dari pasangan Kaatje Stolte dan pemuda Aceh itu, yang menjadi gadis yang sangat luar biasa cantiknya dan dipanggil Si Nonna oleh penduduk Trumon.
Gadis jelita itu dipersunting oleh Raja Bujang, penguasa Trumon. Dari perkahwinan itu, lahirlah putera mahkota Nyak Bata(Amran 1981: 346-50). Menurut Ritter (1839) Kaatje Stolte, suaminya dan anak perempuannya Si Nonna ingin naik haji ke Mekah. Namun, mereka terpaksa berhenti di Trumon beberapa lama dalam perjalanan menuju ke Tanah Suci.Ketika itulah Raja Bujang melamar Si Nonna yang cantik itu untuk dijadikan permaisurinya. Akibatnya, mereka tidak meneruskan perjalanan ke Mekah. Padatahun 1837, Kaatje Stoolte sudah berumur kira-kira 70 tahun. Setelah kematiansuami, ia kadang-kadang tinggal di Trumon dan di Bulu Sama, kedua-duawilayah itu di bawah kekuasaan keluarga Raja Trumon (Veth 1837: 172
Semasa pemerintahan Raja Muda alias Nyak Bata, Kaatje Stolte telah memainkan pengaruhnya di istana Trumon untuk membuka jalan kepada orang Belanda untuk menguasai negeri itu (Kielstra 1888: 1194). Sebelum itu, semasa pemerintahan ayahnya, Raja Bujang, orang Belanda sudah berusaha memasukiTrumon: pada Oktober dan November 1830, lima tahun setelah penyerahan Bengkulu oleh Inggris kepada Belanda, H. MacGillavry, Residen Belanda diPadang mengunjungi Trumon.
Pada 25 November 1830, sudah ditandatangai perjanjian dengan Raja Bujang (Lange 1852). Walaupun perjanjian itu tidak begitu efektif, tetapi pengaruh sultan Aceh tetap kuat dalam masyarakat
Setelah Raja Bujang mangkat dan digantikan Nyak Bata, Trumon berhasil dikuasai Belanda. Satu perjanjian yang mengandungi enam pasal telah disodorkan Jenderal AV. Michiels (Gubernur Sumatra’s Westkust pada waktuitu yang berkedudukan di Padang) kepada Raja Muda (Kielstra 1888: 1199).
Penguasa Trumon yang muda itu tidak berkuasa untuk menolaknya. Sejak itu,ia memperoleh bayaran tahunan sebesar 2400 Gulden dari Belanda dengan imbalan kegiatan perdagangan kerajaannya harus berada di bawah kuasa Belanda.(komplek makam raja raja trumon,courtesy youtube
Tidak ada komentar:
Posting Komentar