Kapten CE Schmid seorang tentara Belanda terbunuh di depan mata
istrinya oleh seorang Aceh fanatik Agama di Lhoksukon, Aceh. Pembunuhan
itu telah membuat kengerian meliputi seisi kabupaten.
Rincian
lebih lanjut keadaan sekitar pembunuhan telah diterima dalam
pengiriman. Kejahatan itu rupanya hati-hati direncanakan . Selama
berhari-hari pembunuh mondar-mandir di sekitar barak untuk memperoleh
informasi.
Suatu hari ia mendekati Kapten Schmid,
membungkuk rendah hati, tapi mencengkeram sebilah pisau besar yang telah
ia sembunyikan di bawah pakaiannya, lalu tiba-tiba ia melompat pada
korban dan menusuk dan mengiris dirinya.
Perwira Schmid berteriak untuk meminta bantuan. Dia terluka parah tetapi masih
mampu bergulat dengan berani melawan penyerang dalam hiruk pikuk nya.
Para penjaga segera berlari membantunya (Schmid), dan seorang penjaga
telah menjatuhkan orang Aceh itu dengan kelewang mereka, dan
membunuhnya. Korbannya segera dilarikan ke rumah sakit .
Kematian penghargaan kami
"Ini
adalah penghargaan kami di negara ini" Kapten Schmid bergumam tak lama
sebelum ia meninggal. Dengan lemah ia beralih kepada tentara berduka
yang berdiri di samping ranjangnya, ia menambahkan: " Jadilah selalu
waspada Jangan pernah percaya orang Aceh" Lalu ia menyanyikan beberapa
bait Manise, lagu tentara KNIL ketika sedang dalam cobaan dan kesulitan.
Diluar
sana sang pelaku pembunuhan itu telah dipenggal oleh para penjaga yang
menyelamatkan Kapten Schmid. Beberapa orang Aceh lainnya kemudian
berusaha untuk minum darah si pembunuh, mereka percaya bahwa ia telah
menjadi seorang suci yang telah membunuh seorang kafir. Demikian
beringasnya mereka sehingga harus dengan susah payah dilepaskan oleh
tentara KNIL.
Kemudian hari ditemukan bahwa kuburan pembunuh telah ditutupi dengan karangan bunga.
Artikel asli: The Straits Times, 6 August 1933, Hal 10