Paduka Raja Silang |
Awal sejarah Belanda ikut
campur dalam urusan pemerintahan di Tamiang, dikarenakan terjadinya perpecahan
atau perang saudara antara T. Achmad dengan T. Usman di Kerajaan Bendahara, hingga
mengakibatkan tewasnya Raja Usman pada tahun 1864, istri & puteranya T
Sulung lari ke Langkat meminta bantuan kepada Tengku Musa ( Pangeran Langkat ).
Sejak kejadian tersebut, Belanda mulai berkuasa di Sumatera Timur ( disebabkan
mulai terpecahnya kerajaan-kerajaan di Tamiang) dan adanya hubungan T Sulung
Laut degan Langkat, maka Negeri Seruway yang selama ini menjadi bagian dari Kerajaan
Bendahara ingin menjadi bagian dari kerajaan Langkat.
Langkat yang semula
merupakan bagian dari Kerajaan Siak telah memutuskan diri dari kerajaan
tersebut dan Belanda menetapkan Langkat menjadi sebuah kesultanan, maka Langkat
di jadikan Belanda sebagai pintu gerbang agar dapat masuk dan mencampuri urusan
pemerintahan di bumi Tamiang secara bertahap.
Peristiwa ini sungguh
mengecewakan raja-raja di Tamiang, akan tetapi T. Sulung Laut tidak menyadari, sebenarnya
dia telah di jadikan umpan oleh Sultan Langkat untuk kepentingan ekspansi
kolonial Belanda. Hasil kesepakatan yang di lakukan semua raja Tamiang, memutuskan
hubungan dengan T. Sulung. Raja-raja Tamiang juga menghubungi Teuku Itam yang pada
masa itu menjadi wakil Sultan Aceh, agar dapat hadir dalam pertemuan di pulau Kampai
guna membahas kapal-kapal perang Belanda yang dengan leluasa melalui perairan
laut Tamiang dan teluk Haru serta menangkap kapal-kapal tongkang milik nelayan
pribumi pada saat itu melakukan pelayaran perdagangan ke Malaka dan Penang (
malaysia ).
Tindakan belanda sudah
sangat melampaui batas, melalui T. Sulung dan Sultan Langkat, Belanda dan
raja-raja Tamiang mengadakan pertemuan di atas kapal perang Belanda. Dalam
pertemuan tersebut di putuskan bahwa belanda tidak mencampuri urusan dalam
negeri kerajaan – kerajaan yg ada di Tamiang, akan tetapi Belanda meminta
kepada raja-raja Tamiang untuk untuk menyetujui beberapa kata sepakat antara
lain :
1. Mengakui T. Sulung Laut sebagai Raja Seruway dan
bergabung dengan Kesultanan Langkat dan terpisah dari Kerajaan Bendahara.
2. Kerajaan Bendahara harus bertanggung jawab atas
kematian T. Usman.
3. Raja-Raja Karang wajib membayar pajak kepada Belanda
atas perdangan luar negeri (ekspor )
Kerjasama yang di tawarkan Belanda
kepada raja- raja Tamiang di tolak dgn tegas oleh raja-raja Tamiang, maka
pertemuan tersebut tidak mencapai kata sepakat, Raja Bendahara ( T. Achmad ) bersama
Raja Muda Wakil dari Sungai Iyu tetap melakukan perniagaan dengan kerajaan
tetanga ( Malaysia ) dan sering terjadi bentrokan dengan tentara patroli Belanda
di perairan Tamiang. Untuk kedua kalinya pertemuan dengan raja- raja Tamiang di
lakukan, kali ini pertemuan di adakan di pulau Kampai. Wakil dari Kerajaan
Karang Raja Ben Raja, wakil dari Kejuruan Muda Raja Nyak Cut, hasil kesepakatan
dari pertemuan tersebut adalah :
1. Raja Tamiang Hulu dan Raja Karang mengakui t sulung
laut Bergelar Sultan Muda Indera Kesuma II sebagai Raja Tamiang Hilir/ Seruway
2. Raja-raja Tamiang
bekerjasama dengan belanda hanya dalam urusan dagang
Raja Bendahara menolak kata
kesepakatan, maka situasi di perairan tamiang kurang kondusif dan belanda
meningkatkan patrolinya di perairan tersebut. Dalam rangka perang melawan Aceh,
Belanda juga memutuskan melakukan penyerangan ke daerah Karang, Kejuruan Muda dan
Bendahara, dengan mengharapkan bantuan dari Sultan Muda Seruway. Maka pada
tahun 1874, peperangan di Tamiang mulai terjadi. pada bulan januari 1874, pemerintah
Belanda memilih seruway sebagai Controleur
yang mewakili Belanda dan menyatakan seruway masuk ke Sumatera Timur (Deli)
Controleur tersebut ialah “Neuman” di bawah Asisten Resident Van
Deli. Belanda mulai membangun benteng-benteng pertahanan. melihat situasi
seperti ini, Raja Karang dan Bendahara mulai meminta bantuan dari Lamnga dan Peurelauk
jika Belanda melakukan penyerangan. Pada bulan Desember 1878 secara mendadak Laskar
Tamiang melakukan penyerangan dan menewaskan 14 orang serta 5 orang luka-luka
dari pihak tentara belanda di bukit selamat.dari peristiwa ini belanda
memperkuat pasukannya dan aktif melakukan patroli, tetapi Belanda belum mampu
melewati sungai Tamiang untuk dapat mendarat di bagian utaranya.
Pada tanggal 8 Desember 1885
Laskar Tamiang melakukan penyerangan ulang di seruway. penyerangan kantor
pabean Belanda di pulau Kampai dan pos Belanda di salah haji. belanda segera
mengerahkan personilnya sebanyak 42 Opsir,1 pasukan Brigade atas 3 orang
personil dan 121 serdadu bumi putera. terjadi peperangan yang sangat dasyat, laskar
tamiang maju tanpa takut, karena telah mendapat dukungan dari aceh yaitu
kedatangan panglima nyak makam dari lam-nga. belanda menambah pasukannya
sebanyak 200 personil serta senjata lengkap.sebuah stombargs milik militer
belanda di tembaki oleh laskar tamiang di seruway, rumah penduduk yg selama ini
membantu belanda juga di bakar oleh laskar tamiang,3 sekoci yang berisi serdadu
belanda yang akan mendarat di seruway dari kapal HM Sindoro di Rantau Pakam di
tenggelamkan dan semua personil tewas tak luput juga rumah kapten cina Seruway
( Lie Sen Se ) di bakar Laskar Tamiang.
Melihat situasi Belanda telah memperkuat
pasukannya di seruway dan Kuala Tamiang, pada tanggal 16 november 1889 Raja
Silang memutuskan perdagangan dan menyatakan angkat senjata melawan Belanda. Raja
Umar adik dari Raja Silang yang beribu orang Gayo meminta bantuan pasukan dari Gayo
( pinding & lokop ) bersama dengan raja silang melawan Belanda. pada
tanggal 13 febuari 1893 puluhan sekoci Belanda mendarat di seruway beserta team
kesehatan dan senjata lengkap. pada hari jumat pagi, tanggal 13-2-1925, telah
berpulang kerahmatullah di kota Tanjung Karang, Paduka Tengku Raja Silang bergelar
Kejuruan Karang