Teuku Muhammad Johan Alamsyah dan Gen.Swart |
Setelah
menamatkan pendidikan di kuta raja atas bimbingan guru muhammad djam Teuku
Muhammad Djohan Alamsjah serta kawan dan pengawalnya yang setia diantar kembali
ke Nanggroe Peusangan. Jenderal van Heutz menganggap uleebalang muda Aceh ini
sudah cukup berhasil dijinakkannya. Kepada Teuku Muhammad Djohan Alamsjah
dipercayakan kembali jabatan uleebalang Peusangan yang dipangkunya sesuai
sarakata Sultan Aceh. Dalam pelaksanaan tugasnya uleebalang muda ini
dibimbing oleh pamannya, Teuku Djeumpa. Pada hakekatnya pamannya inilah yang
bertindak selaku uleebalang Nanggroe Peusangan.
Teuku Djeumpa
dengan cermat mulai memutar roda pemerintahan Nanggroe Peusangan sepeninggal
Teuku Tjhik Sjamaun. Kepada kemenakannya, Teuku Tjhik M. Djohan Alamsjah,
dijelaskannya posisi Peusangan dalam peta politik terbaru tanah Aceh. Walaupun
dikemas dalam untaian kata-kata yang indah, bahwa Kerajaan Belanda bersahabat
dengan Nanggroe Peusangan melalui Korte Verklaaring, tak berarti Nanggroe
Peusangan masih berkedaulatan penuh seperti yang tercantum dalam surat sarakata
Cap Sikureung Sultan Aceh. Secara militer, Nanggroe Peusangan sudah terkalahkan
oleh Kerajaan Belanda. Teuku Djeumpa juga menjelaskan kepada Teuku Djohan
Alamsjah, kekalahan nanggroe–nanggroe uleebalang lain di tanah Aceh hanya
tinggal menunggu waktu saja. Perlawanan secara terbuka terhadap Belanda akan
mengorbankan seluruh rakyat Peusangan baik harta maupu nyawa, dan cara ini
harus dihindari.
Teuku Tjhik
Muhammad Djohan Alamsjah yang masih belia itu, duduk terpukau merenungkan
posisi Negara Aceh yang lemah berhadapan dengan Belanda. Uleebalang muda
bersama pamannya yang bijak itu berkesimpulan, tak ada jalan lain menghabisi
Belanda kecuali melalui pendekatan diplomatis. Maka, uleebalang muda itu
bertekad akan menghabisi Belanda dengan ilmu Belanda itu sendiri. Dalam
perjalanan sejarah Aceh tercatat, Teuku Tjhik Muhammad Djohan Alamsjah terkenal
selalu bersikap lemah-lembut dan lugas terhadap siapapun, baik terhadap Belanda
sebagai musuh maupun terhadap rakyat Peusangan yang dibelanya.
Hingga akhir
hayatnya, rakyat Peusangan menganggap Teuku Tjhik Muhammad Djohan Alamsjah
sebagai bapaknya, tempatnya berlindung. Sebaliknya Belanda, sebagai musuhnya,
menganggap uleebalang Peusangan ini sebagai sahabatnya. Sebagai uleebalang di
dalam surat “Cap Sikureung” ditegaskan bahwa Teuku Muhammad Djohan Alamsjah
dengan pangkat Kejreuen berhak mengambil hasil dari laut, darat, dan hutan di
wilayah Nanggroe Peusangan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar