Pada 6 Januari 1903, sultan mengirim surat kepada Van Heutsz
bahwa ia bersedia tunduk pada tekanan Van Heutsz meminta anak dan keluarganya
tidak diganggu. Van Heutsz sangat gembira mendapat surat dari Sultan dan Muhammad
Daudsyah. Diperintahkanlah Van Der Maaten menjemput sultan di Sigli dan dibawa
ke Kuta Raja. Sultan terkejut setelah bertemu istri-istri dan anaknya, Tuanku
Raja Ibrahim, bahwa kondisinya sehat dan dalam keadaan baik .
Rabu tanggal 21 Agustus 1907 Vaan daalen sibuk
dengan pelaksanaan rencana penangkapan Sultan aceh Tuanku Muhammad dausyah yang
telah menyerahkan diri kepada Belanda.Melalui sebuah jebakkan yang sudah
direncanakan melalui Sultan tidak akan merasa curiga sedikit pun. Secepatnya
Rijckmans menyanggup, terlaksananya perintah ini, lalu Van Daalen memerintahkan
asisten Belanda untuk Banda aceh L JF
Richjkmans.pembesar sipil bawahan ini diperintahkan untuk mengundang sultan
pagi harinya kekantor asisten residen.
Perintah itu diingini oleh van Daalen agar dijalankan sedemikian hati-hatinya
sehingga kepada bawahan supaya menyampaikan instruksi kepada komanda meliter
kota kuta raja Letnan Kolonel R G Doorman agar menyiapkan dua brigade morsese
yang dipimpin oleh seorang Letnan dan berbaris menunggu di depan kantor
komandan.Van Daalen berbohong dengan mengatakan bahwa atase militer Jepang
Mayor Inouye akan di perkenalkan kepada korp morsase
Mayor Inouye melalkukan kunjungan muhibbah nya dari
padang pada tanggal 19 agustus dan menginap dihotel aceh.Tidak seorang pun
curiga atas tipu daya Van Daalen bahkan dari kalangan Belanda sendiri.karena
memang Mayor Inouye sudah berada diaceh. Diperintahkan oleh van Daalen supaya
persis pada jam 9 pagi besoknya, Doorman harus sudah melapor dengan telepon kepada
van Daalen bahwa instruksi menyiap sediakan dua brigade pasukansudah dijalankan.
van Daalen memerintahkan Doorman supaya datang ke tempat kediamannya.Ketika
Doorman tiba di depan rumah van Daalen, sudah siap berbaris seluruh komandan
pasukan yang berada di Kutaraja, dalam keadaan siap untuk
"diperkenalkan" dengan mayor Inouye.
Tapi berlainan dari apa yang sudah disebutkan kepada
Doorman kemarennya, van Daalen pun memerintahkan Doorman supaya membawa
pasukannya untuk menangkap sultan, yang ketika itu sepanjang kata van Daalen
sedang berada di kantor asisten residen. Sebuah kereta api ekstra sudah
diperintahkan olehvanDaalen supaya
disediakan menunggu padawaktunya di stasiun, ke mana Doorman haru membawa
sultanselanjutnya dengan kereta api itu (tanpa singgah di halte Uleulhue)
langsung ke pelabuhan.
Di sana sudah menunggu stoombargas yang akan membawa
Doorman dan orang yang ditangkapnya(sultan) naik ke kapal. Sebab kenapa sultan
harus ditangkap tidak diberitahukan kepada Doorman. Menurut kisah Doorman sendiri
yang menulis peristiwa ini dalam suatu majalah Belanda kepadanya diserahkan
pula sepucuk surat penangkapan ("bevel tot arrestatie"). Ketika mana
(sebagai biasa dilakukan oleh seorang
atasan
militer kepada bawahannya ketika memberi instruksi) van Daalen bertanya: masih
ada sesuatu yang hendak kau Tanya.
Doorman
pun membawa pasukannya ke kantor asisten residenRijckmans. Sambil mengepung
kantor itu diperintahkannya letnanJ.E. Scheffers supaya masuk dengan sebagian
pasukan dengan pedang terhunus menyerbu ke kamar langsung ke dekat meja dimana
asisten residen duduk dan sedang bercakap-cakap di depannya sultan Aceh, Tuanku
Muhammad Dawot. pembantunya Scheffers telah menyerahkan surat, tangkap dan
diperintahkannya supaya sultan jangan melawan. Sultan terkejut karena sama
sekali tidak menyangka akan terjadi perbuatan sekhianat dan sepengecut itu atas
dirinya Setelah dibacakan surat tangkapan atas dirinya, dia pun berteriak
keras: "Saya tidak bersalah, tidak mau ditangkap Sultan melawan ketika
hendak ditangkap
tapi
Scheffers segera mengancam dan menyuruh supaya sultan meletakkan kerisnya ke
atas meja. Dia dikepung dan ditodong dengan bajonet terhunus lalu didorong
terus keluar, di tengah tengah teriakan sultan yang terus mengatakan tidak mau
ikut.Doorman mengancam akan menembak sultan jika tidak menurut dan melawan
terus menerus.dlama keadaan diancam sultan berhasil dinaikan kedalam kereta
api.lalu berangkat menuju ke pelabuhan ole lheu.Sultan didudukan di dalam coupe
kelas satu ,tapi beliau menolak,karena beliau hanya seorang kecil yang bukan
lagi Sultan,dan beliau memilih duduk dikelas ekonomi. setelah kereta-api tiba
di pelabuhan, sultan dipaksamasuk bargas untuk naik ke kapal gubernemen
"Java". Setiba di sana dia menolak untuk masuk ke kamar yang ditunjuk
padanya sebelum keluarganya naik ke kapal. Doorman menyatakan bahwa keluarganya
dan rombongannya akan turut serta menemani sultan.
Jakarta .Pukul 12 istri bersama rombongan serta
barang barang diangkut dari kediaman sultan.dan kapal pun berlayar menuju Batavia.di
dalam kapal tersebut sudah ada Teuku johan dan Teuku Husin dan empat orang anak
nya.mareka mengalami nasib seperti sultan.tiba di Jakarta sultan dan rombongan
nya tdk di perlalkukan secara terhormat sebagai Sultan,tapi diperlalkukan
sebagai seorang tahanan.
Pada
tanggal 30 agustus Sultan di periksa (diperbal) oleh residen Betawi J Hofland.Didepan
asisten residen L.J.F Rickjmans.Yang ikut serta membawa Sultan ke Batavia
bersama sekretaris H Van santwijk.dalam pemeriksaan itu ternyata Van daalen
telah menyusun alas an alas an kenapa sultan harus di internirkan dan harus di
singkirkan dari kutaraja.
Van Daalen menuduh Sultan melakukan kegiatan
subversive.Sultan dituduh sering bertemu dengan panglimanya untuk meneruskan
perjuangan anti Belanda yaitu bertemu dengan keuchik seuman dan Panglima
usoih.dikatakan oleh Van daalen Sultan juga menghimpun kekuatan dengan
mengadakan pertemuan di Kuala aceh di dekat rumah kepala kampong kuala keuchik
Syeh. menurut tuduhan tersebut di bulan Sa'ban, ketika diadakan kenduri, sultan
mengadakan perundingan di makam Teungku Musapi di Kuala Musapi. Ketika itu
hadir Teuku Djohan, Teuku Meurah Lamgapong, Teuku Sjech Tjut Putu, Teuku Berahim
Tigang, Teuku Daud Silang. Juga hadir isteri sultan, Potjut Di Murong, Panglima
Ma Asan dan Nya' Abaih.Selanjut nyan malam berikut nya Sultan bertemu dengan
seorang saudagar cina dikuta Bum
bongki,tempat dimana sultan juga bertemu dengan Keuchik seuman dan Panglima
usoih.ketika itu lah Sultan memrintahkan Keuchik seuman dan pang usoih berserta
pejuang pejuang untuk melakukan penyerangan terhadap Belanda.disebutkan juga
bahwa Sultan telah memberikan Uang sebesar 270 dollar melalui perantara pang Asan dan si Mega kali.
Didalam pemeriksaan perbal tersebut,sultan membantah
semua tuduhan dari fihak Belanda.Sultan hanya membenarkan bahwa beliau pernah
ke Kuala untuk berburu.tuduhan selanjut nya didakwakan bahwa Sultan telah
memungut uang dana sabil dengan perantara Teungku Mat Said dan Bung cala.
Tuduhan lainnya lagi mengatakan bahwa pada suatu ketika ditahun 1906, tidak
berapa lama sehabis bulan puasa sultan telah menyatakan kepada Ngah Arsjad,
Keutjhi' Tjot Lamgua ucapanucapan yang membusuk-busukkan van Daalen. Antara
lain menurut keterangan itu, sultan telah mengatakan bahwa van Daalen adalah
seorang penjahat, karena di Gayo banyak laki-laki dan perempuan dibunuhnya. Di
Pidie dan di Peusangan, demikian menurut tuduhan itu telah dikatakan oleh
sultan, bahwa van Daalen telah menindas. Dikatakannya bahwa van Daalen pasti
akan mengalami kesulitan. Karena van .Daalen terus membunuh kaum Muslimin maka
dia kelak akan dicerca oleh dunia luar
berhubung karena dunia luar bakal mengetahuinya. Tanggal 7 September sultan
mendapat kesempatan untukmengirimkan "memorie Van verdediging" kepada
gubernur jenderal van Heutsz, yaitu suatu pembelaan yang rupanya ada juga
dibenarkan menurut ketentuan undang-undang kolonial Belanda, tapi pada
perakteknya hanya sekedar pro forma belaka.
Sultan telah mempergunakan kesempatan ini, tapi
berhubungan karena dipakainya seorang pokrol Belanda untuk menyusun memorie
pembelaan tersebut maka lebih banyaklah dikemukakan bagian bagian yang
tujuannya merupakan kepentingan pribadi.biaya pembelaan yang sultan keluarkan
sebesar tiga ratus ribu gulden dan sultan bayar dengan emas hanya sia
sia.Belanda tidak menghiraukan pembelaan dari sultan. Harian Bataviaasch-Niewusblad
di Jakarta yang mencoba menempatkan tajuk rencana yang berupa kecaman dalam
penerbitan tanggal 20 Januari 1908, telah membanding peristiwa Tuanku Muhammad
Dawot dengan peristiwa perkara Dreyfuss yang pernah terjadi di Perancis,
peristiwa seorang perwira yang harus dijahanamkan
(walau
pun dia tidak bersalah) demi. Kepentingan prestise tokoh-tokoh atasan.
Harian Belanda itu mengupas adanya kekuasaan istimewa
bagi seorang gubernur jenderal "Hindia Belanda" yang berhak menangkap
dan menahan seseorang menurut pasal 47 "regeeringsreglement", walau
pun belum terdapat tindak pidana dilakukannya. Kekuasaan gubernur jenderal
dimaksud demikian luasnya, karena asal saja dianggapnya membahayakan
keselamatan
umum
dia boleh mengasingkan seseorang. Terhadap peristiwa Tuanku Muhammad Dawot,
tajuk rencana harian "Bataviaasch Hieuwsblad" tidak melihat adanya
bahaya itu, tapi dikatakannya bahwa "er schijn alle reden te zijn om te
nemen dat de leer "macht boven recht" wederom gehuldigd is in het
drama, dat wij onbewogen in ons midden het eerste bedrijf een einde neemt. Dat
drama heet: de verbanning van den pretendent sultan van Atjeh, Tuanku Muhammad
Dawot, naar Amboina." ("Nampaknya "kekuasaan di atas
keadilan" kembali merupakan pedoman dalam drama yang telah berlangsung
secara tak kentara di tengah-tengah kita, yang babak pertamanya sedang
berakhir. Drama itu ialah terbuangnya sultan Aceh ke Ambon).
Setelah penulis tajuk rencana dimaksud mengingatkan
tulisan berupa kecaman dari Wekker yang mengatakan bahwa di Aceh hanya berlaku
kesewenang-wenangan, lalu si penulis pun menyingkap keburukan penangkapan
tersebut. Dikemukakannya bahwa menurut peraturan bahwa orang yang hendak
diasingkan harus diberi kesempatan membela diri sebelum ditangkap, tapi
kejadian dengan sultan tidaklah demikian.kepada sultan tdk di tunjukkan surat
penagkapan.
Sultan telah ditipu dan di tangkap semena mena
dengan todongan bayonet naik ke kapal unt dibawa ke Batavia. Setelah penulis
tajuk rencana dimaksud mengingatkan tulisan berupa kecaman dari Wekker yang
mengatakan bahwa di Acehhanya berlaku kesewenang-wenangan, lalu si penulis pun
menyingkap keburukan penangkapan tersebut. Dikemukakannya bahwa menurut
peraturan bahwa orang yang hendak diasingkan harus diberi kesempatan membela
diri sebelum ditangkap, tapi kejadiandengan sultan tidaklah demikian.
Sehubungan dengan tuduhan-tuduhan yang dilancarkan, sultan menangkis yang
sasarannya ditujukan kepada van Daalen dan Tuanku Mahmud.
Sultan memungkiri
bahwa dia pernah mengadakan pertemuan dengan Keutjhi' Seuman dan Pang Usoih.
Keterangan dari Nia' Abaik yang mengatakan bahwa dia mengetahui pertemuan itu
ternyata
merupakan
keterangan yang dibikin-bikin hasil pemerasan van Daaen. Nja' Abaih mengatakan
bahwa dia takut karena dipukul kalau tidak membuat keterangan. Sultan mungkir
bahwa dia baik langsung maupun tidak
langsung
pernah mengadakan hubungan dengan s-iapa pun juga yang menyebabkan terjadinya
penyerangan Keutjhi' Seuman dan pasukannya terhadap Kutaraja tanggal 6 Maret
1907. sultan mengatakan bahwa Sultan telah menyerah kepada Belanda menurutnya
karena menginsafi bahwa pribadinya yang tidak berarti itu tidaklah memungkinkan
Beliau akan bisa menjalankan peranan sebagai pahlawan rakyat.
Selama di
Kutaraja sultan berselisih dengan Habib Badai, yang kawin dengan seorang janda
Teuku Husin, pengikut Teuku Umar Teuku Husin pernah berhutang uang tunai kepada
sultan sebanyak
$
1000. Sesudah Teuku Husin meninggal dunia, hutang itu dibayar oleh jandanya
dengan barang-barang perhiasan. Tapi ketika Habib Badai mengawini janda Husin,
Habib Badai mempengaruhi isterinya supaya meminta barang-barang perhiasan itu
kembali dari sultan.Menurut sultan, Tuanku Mahmudlah yang menjadi gara-gara dan
mencelakakannya. Seorang puteri Tuanku Mahmud dikawini oleh sultan, kemudian
diceraikannya. Perceraian ini tidak menyenangkan Tuanku Mahmud karena
memalukannya. Mahmud kepada van Daalen, dengan surat bertanggal 7 Pebruari
1907, van Daalen memaksa sultan supaya merujuki jandanya. Sultan tidak mau,
sebab tidak bisa dirujuki lagi, kecuali, katanya, jika pendapat para ulama
membenarkan perujukan sedemikian. Karena sultan berani menentang putusan van
Daalen, itulah sebabnya van Daalen
benci
kepada sultan. Lalu setiap jalan digunakan oleh van Daalen untuk menyulitkan
sultan, jalan mana tidak susah diperoleh bagi seorang pembesar yang berkuasa
sebagai van Daalen
Tuanku Mahmud mendapat kabar dari gubernur bahwa
sultan ada memperoleh tanah seluas lima bahu dari mayor van der Maaten. Tanah
itu diolah oleh sultan dan untuk kepentingan ini sudah mengeluarkan ongkos
sebanyak $ 2000. Tiba-tiba Potjut Meurah (isteri Tuanku Mahmud) mendakwa bahwa
tanah itu miliknya, dan wakil sultan yang menyelenggarakan tanah itu
dituntutnya supaya keluar. Terhadap sengketa ini van Daalen campur tangan,
yaitu dipengaruhinya sultan supaya berdamai dengan Potjut Meurah. Kepada sultan
dibayar ganti kerugian
sebanyak
$ 900,- tapi karena jumlah itu amat sedikit, sultan tidak bersedia berdamai.
Akibat van Daalen bertambah benci sultan.
Persengketaan lain dengan Potjut Meurah, ialah
mengenain tanah yang telah diberikan oleh Teuku Husin di Geudong uleebalang
Sigli, terletak di Ptukan Pidie. Tanah ini dapat dimiliki oleh Potjut Meurah
dengan bantuan van Daalen. Itulah antara lain beberapa fakta di mana ternyata
adanya gencatan van Daalen terhadap pribadi sultan pembelaan sultan fihak Belanda baik di Jakarta
maupun di Den Hague tidak mengubris tentang nasib Sultan.
Menurut cerita Dr. Snouck Hurgronje menjelang Tuanku
Muhammad Dawot menyerah lebih dulu telah ditanyakan oleh sultan ini kepada
mayor van der Maaten, pembesar militer yang bertugas di Sigli, apakah Belanda
akan
membuangnya
keluar daerah Aceh bila umpamanya dia menyerah, sebab kalau toh dia akan
terbuang keluar Aceh, dia akan memilih lebih baik tidak menyerah. Sepanjang
adat adalah hina rasanya kalau sampai terbuang seperti itu. Snouck mengatakan
bahwa mayor van der Maaten telah menanyakan kepada gubernur vanHeutsz telah
berjanji bahwa sultan tidak akan dibuang, melainkan sebaliknya dia akan diberi
uang bantuan tetap setiap bulan.
Menurut
pendapat Dr. Snouck karena sudah adanya perjanjian maka fihak Belanda terikat
dengan perjanjian tersebut.
Harian Inggeris Strait Times di Singapura
kembali menumpahkankejengkelannya kepada Belanda mengenai perang colonial di
Aceh sehubungan dengan penangkapan secara pengecut atas diri Tuanku Muhammad
Dawot, dalam penerbitannya bulan Agustus1907, antara lain:
“suasana
di Aceh kembali menggelisahkan. Bekas sultan telah ditangkap dan dibawa ke
Jakarta. Golongan yang bersahabat dari rakyat Aceh telah diperas dengan kerja
paksa (rodi) dan mereka ditindas supaya memikul beban-beban berat untuk
mengangkut barang-barang militer. Begitu pula mereka merasa berat terhadap
penutupan pelabuhan yang tujuannya melemahkan perdagangan. Kini penguasa
militer sedang berusaha menindas setiap maksud perlawanan”
Tanggal 5 September 1907, kubu Belanda di Seudu
diserang lagi secara hebat oleh pihak pejuang.Ini pun membuktikan bahwa
kerugian van Daalen tentangTuanku Muhammad Dawot tidaklah pada tempatnya yang
tepat.
Bahwa
Tuanku Muhammad Dawot mempunyai' keinginan yang terus-terusan untuk melawan
Belanda, tidak perlu didustakan. Tapi bahwa dengan dia saja baru ada
perlawanan, tidaklah benar adanya. Meningkatnya penyerangan-penyerangan gerilya
sesudah dia dibawa ke Jakarta adalah buktinya.
Pada hari senin tanggal 6 february 1939 Sultan
wafat sebagai tawanan BElanda dan di kebumikan di pemakaman Umum kemiri Rawamangun.setelah
dibuang oleh Belanda sampai akhir hayat nya beliau tidak pernah menginjakkan
kaki nya lagi di tanah lelulhur nya,tanah indatu,tanah Sultan iskandar Muda
bumi Seuramo mekkah.
Hidup mulia mati syahid..bagi seorang pejuang..neraka tempatnya klu tunduk kepada kafir..neraka dunia dan neraka akhirat..wassalam.
BalasHapus